Rabu, 07 Maret 2012

Home » » [review] Red Orchestra 2: Heroes of Stalingrad

[review] Red Orchestra 2: Heroes of Stalingrad

 



PROLOG
Game 1st person shooter jaman World War II, Red Orchestra Ostfront 41-45 (2006) atau seri yang pertama, hanya dikenal oleh sebagian penggemar game shooter saja di masa kini. Dikarenakan, tipe Red ORchestar yang lebih condong ke arah realistik shooter dan lebih fokus ke mode MUltiplayer online (MP OL). Jika bicara soal game realistik shooter, gamer mungkin lebih mengenal seri ARMA namun game shooter tersebut bersetting jaman modern. Namun, sang pengembang Tripwire tidak menyerah dan terus membuat sekualnya yang kini telah dirilis, yakni Red Orchestra 2 Heroes of Stalingrad.


Mereka telah membuat banyak perubahan gameplay, namun genrenya tetap mengarah ke realistik 1st person shooter dan khusus untuk pc game saja, settingnya pun masih di masa WW II. Dan di Red Orchestra 2 ini, mode Single Player Offline-nya juga telah dikembangkan lebih lanjut oleh Tripwire agar gamer bisa merasakan latihan perang yang sesungguhnya, sebelum terjun langsung ke medan perang dalam mode MP OL-nya.



STORYLINE
Kisah cerita game Red Orchestra 2 ini lebih fokus pada pertempuran di front timur Eropa, antara pasukan Jerman melawan pasukan Uni Soviet. Sebagaimana cerita-cerita dalam game yang berbasis kompetisi ala MP OL, maka Gamer akan memerankan dengan bebas, salah seorang prajurit tanpa nama dari kedua belah pihak yang berseteru. Kali ini, cerita kampanye pada REd Orchestra mengisahkan perjuangan pasukan Jerman ketika berupaya menguasai kota Stalingrad, milik Uni Soviet, pada 1941-1942. Pihak Jerman terpaksa mengkhianati perjanjian damai yang telah ditandatangani sebelumnya dengan UNi Soviet, demi mendapatkan akses sumber daya minyak bumi yang berada di dekat kota Stalingrad. Sebab, pihak Sekutu dan Amrik telah memblokade jalur keluar masuk minyak bumi kepada Jerman pada awal-awal WW II.

Semula, pasukan Rusia yang diserang mendadak tak mampu menahan gerak laju pasukan Jerman menuju kota Stalingrad. Namun, gerak langkah pasukan Jerman mulai terhambat oleh perlawanan sengit pihak Rusia di KOta Stalingrad. PIhak Rusia berkepentingan untuk mencegah serangan Jerman masuk lebih jauh lagi ke wilayah negaranya, sedangkan Jerman sangat menginginkan akses sumber daya minyak milik Rusia untuk memenangkan perang melawan Inggris dan PRancis di Front Barat ERopa. Perang KOta antara pasukan Jerman dan Uni Soviet semakin brutal, kedua belah pihak menggunakan bayonet, senapan bolt, senapan mesin, SMG, pistol, granat, artileri, dan tank untuk saling menghabisi antara yang satu dengan yang lainnya. DEru pertempuran yang sengit, baik di jalanan kota maupun pertempuran di dalam gedung, bercampur dengan darah-darah yang berceceran serta teriakan kesakitan, terus menggema di sepanjang cerita Red Orchestra 2.

Desain cerita dalam Red Orchestra 2 ini berupa pembacaan narasi berdasarkan pengakuan/kesaksian dari beberapa pelaku di lapangan pertempuran, dan para pelaku tersebut tidak kelihatan batang hidungnya satupun melainkan hanya suara-suaranya saja yang terdengar. Terlepas apakah kesaksian-kesaksian tersebut merupakan hal fiksi/non fiksi, tapi kenyataan dilapangan pada 1941-1942 itu, memang pihak Jerman sempat dibuat kerepotan oleh pertahanan Rusia yang sangat tangguh di KOta Stalingrad tersebut. PIhak Rusia mengorbankan begitu banyak tentaranya demi mencegah gerakan pasukan Jerman masuk ke jantung UNi Soviet di Kota Moscow, sedangkan disaat yang sama kehebatan pasukan Jerman ketika menaklukkan sebagian besar wilayah Eropa Barat (tidak termasuk wilayah INggris) dan Eropa Tengah, terasa tumpul begitu melawan tentara Rusia. Jumlah korban yang jatuh di pihak Jerman tidak sedikit akibat menginvasi wilayah Rusia itu.

Keputusan Hitler untuk menyerang Stalin melalui perang di front timur tersebut, telah memaksanya untuk memfokuskan kekuatan militernya dari Front Barat ke Timur, demi mengalahkan pihak Rusia secara lebih cepat. Perang melawan Uni SOviet itu, di kemudian hari akan lebih dikenal sebagai salah satu awal jatuhnya kedigdayaan mesin militer Jerman dalam WW II. Invasi Jerman ke tanah Rusia, telah membangkitkan semangat heroisme dan nasionalisme yang tinggi di kalangan rakyat Rusia. Semua pihak, tua muda, cewek cowok Rusia, saling bersatu padu sekuat tenaga untuk mengusir Jerman dari wilayah Rusia dengan segala cara, demi memperjuangkan kebebasan dari penjajahan Jerman itu.

Ketika penulis menikmati game ini jadi terasa mendengarkan sebuah sejarah lisan dari para pelaku lapangan dalam pertempuran di Stalingrad, baik dari pihak Jerman maupun pihak Soviet. Yang jelas, gamer akan bisa merasakan salah satu perang terkejam dalam sejarah WW II, tentu dalam skala yang lebih kecil, perang kota di Stalingrad.

 

GAMEPLAY
Ketika memainkan game ini, penulis serasa memainkan Battlefield 1942 (BF 1942) dan Brother in Arms 3 (BIA 3) yang di campur menjadi satu game, dibumbui dengan unsur realisme ala Hidden and Dangerous 2 (HD 2). Mengapa bisa begitu?? Saat berada di menu utama, gamer bisa memilih mau menamatkan mode kampanye cerita sebagai bahan ujicoba sebelum terjun langsung ke mode MP OL, atau sebaliknya, semua terserah gamer. Namun, review kali ini lebih fokus ke single player saja, sebab mode MP OL nya tak bisa dimainkan jika tak memakai dvd resmi... ehehehe. OK, di mode kampanye cerita, gamer harus menamatkan kampanye cerita Axis (bukan nama provider jaringan GSM, tapi pihak Jerman) terlebih dahulu sebelum bisa memainkan kampanye cerita Allies (bukana kaum alay, melainkan pihak Soviet). Di situ ada peta level yang berisi sesi latihan, kemudian setelah usai akan masuk ke bab cerita yang totalnya ada delapan buah.

Jika bermain di kampanye Axis, maka sudah tentu gamer hanya berperan sebagai salah satu tentara Jerman, dan jika memainkan kampanye Allies, pastinya gamer akan berperan sebagai tentara Rusia saja. Di setiap kampanye cerita, gamer tidak akan berperang sendirian tapi akan bertempur secara bersama-sama dengan para AI team yang bertugas dan bergerak secara acak serta otomatis, untuk menjalankan berbagai obyektif misi yang ada, sesuai skenario cerita. Seperti yang ada di berbagai kampanye cerita pada seri Battlefield 1942 (BF 1942). Namun, AI team/musuh di game ini berjumlah tak sebanyak dan tak sebodoh seperti AI-AI yang ada di BF 1942 itu. Dan agak berbeda pula dengan alur cerita Red Orchestra 2 yang semi linier, misalnya ada beberapa bab cerita yang berisi objektif misi yang menyuruh gamer harus mempertahankan beberapa wilayah tertentu untuk sekian menit, jika gagal dalam bertahan di satu peta level tersebut, gamer tetap bisa melanjutkan ke bab cerita berikutnya.

Semua kegagalan ataupun keberhasilan dalam menamatkan objektif misi itu, sama sekali tidak mempengaruhi alur cerita pada ending game ini. Maka gameplay di Red Orchestra 2 ini lebih bersifat close ended gameplay, meskipun ukuran peta-peta levelnya terlihat lumayan luas dan besar, namun gamer harus mampu menamatkan beberapa obyektif misi dengan segala cara pada satu peta level, secara berurutan sesuai skenario cerita yang ada, tidak boleh tidak. Obyektif misi itu pada dasarnya ialah merebut/mempertahankan berbagai posisi strategis dan jika sudah berhasil diduduki, maka butuh sekian menit dan semakin banyak pihak AI team yang bertahan hidup dan berdatangan, maka posisi strategis itu akan bisa semakin cepat dikuasai oleh gamer. Dan akan terjadi hal yang sebaliknya.

Bagi gamer yang terbiasa memainkan Call Of Duty 2 ataupun World at War (COD 5), maka begitu memainkan game ini akan terasa beda sekali. Perbedaan yang akan sangat kelihatan jelas ialah sistem HUD pada Red Orchestra 2 yang serba minimalis. Di game ini, hanya muncul HUD peta mini yang ada di sebelah pojok kanan bawah dan tidak ada crosshair sama sekali di game ini. HUD lainnya, baru akan muncul jika gamer menekan tombol (hold, bukan toggle) HUD, yang hanya memperlihatkan berupa bagian tubuh mana dari gamer yang tertembak, jumlah kekuatan pihak lawan dan kawan yang masih tersisa, objektif misi ada disebelah mana, serta jumlah kotak peluru yang tersedia, bukan jumlah amunisi yang ada sebagaiaman game-game fps arcade shooter lainnya.




Setiap kali masuk ke dalam suatu peta level, secara default, gamer hanya membawa satu senjata utama, satu senjata kedua, dan granat/bahan peledak lainnya. Tapi, gamer masih bisa membawa, maximal yakni dua senjata utama (senapan biasa, smg, senapan mesin), dua senjata kedua (berbagai tipe pistol), dan granat. Beberapa senjata tambahan itu bisa gamer pungut di jalanan, biasanya terdapat dari mayat-mayat yang berjatuhan di setiap peta level yang ada. Red Orchestra 2 ini sekali lagi ialah game realistik shooter. Setiap senjata yang ada, mampu menampilkan akurasi dan recoil yang hampir sama persis dengan senjata asli dalam dunia nyata, era WW II. Jarak target yang berada dalam jarak jangkauan dekat, menengah, dan jauh, sangat mempengaruhi bagaimana posisi gamer untuk membidiknya. Di setiap senjata, ada namanya pisir, alat untuk membidik musuh dalam jarak apapun jika gamer menekan tombol toggle, klik kanan pada tikus.

Pisir ini sangat berguna jika gamer menggunakan senapan sniper, karena jarak target yang semakin jauh maka pisirnya musti disesuaikan untuk menembak pada karak yang jauh itu. Jarak jauh itu bisa diatas 100 meter. Semisalnya, gamer berperan sebagai tentara Jerman di kampanye Axis, dan bertugas untuk merebut sebuah gereja tua di pinggiran kota Stalingrad. Setting perang menjadi pertempuran jarak dekat (di bawah 25 m), dan ketika berhasil menguasai gereja, maka gamer mendapat misi secara otomatis untuk merebut balai kota milik Rusia yang berada jauh dari Gereja pertama itu. Diantara kedua bangunan tersebut terhampar reruntuhan perumahan yang sudah banyak hangus terbakar, sifat pertempuran berubah dari jarak dekat ke jarak menengah (25-100 m), karena beberapa prajurit Rusia mulai muncul dan bersembunyi di beberapa titik di bangunan-bangunan rumah itu.

Tapi, sebagian lainnya, bersembunyi jauh di bangunan kedua dan bersenjatakan senapan sniper, maka sebagian pertempuran pun juga berubah menjadi jarak jauh dan jika berhasil memasuki balai kota. Jadi sifat pertempuran bisa berubah-ubah tergantung, sejauh mana gamer dan para AI team lainnya mampu mendekati balai kota tersebut. Lalu bagaimana jika mau menembak musuh tapi takada crosshair sama sekali?? Gamer masih bisa membidik musuh dengan melakukan toggle aiming untuk bisa lebih akurat membunuh musuh dan memang itu yang sangat direkomendasikan oleh Red Orchestar 2 bagi gamer jika mau bertahan hidup sampai akhir, dalam pertempuran yang brutal di Stalingrad ini. Gamer harus bisa membiasakan diri untuk tidak menembak musuh dengan gaya menembak dari arah pinggang, seperti di seri COD 5 dan sejenisnya. Gaya menembak musuh dari arah pinggang hanya cocok untuk pertempuran jarak dekat dan menggunakan senapan semi otomatis/senapan mesin/smg.

Sebagian para AI team/musuh juga akan melakukan hal yang sama jika ada target yang berada dalam jarak dekat. Bahkan jika jarak target terlalu dekat, maka baik AI team/musuh akan menggunakan bayonet/popor senjata untuk menghabisi pihak lainnya. Selain itu, jika mau menembak target yang berada dalam jarak menengah/jauh, barulah mereka akan membidik musuh melalui pisir senjata, entah itu pistolnya, smg-nya, dan atau senapannya. Sistem friendly fire pun berfungsi penuh, dan tergantung dari tingkat kesulitan yang akan gamer pilih. Maka jika gamer memilih satu dari empat tingkat kesulitan yang ada, yakni recruit (easy), frontline (medium), battle (hard), dan heroes (very hard), semakin tinggi tingkat kesulitannya maka gamer akan semakin mudah membunuh teman sendiri daripada jika bermain di mode sulit easy. Hal yang sama juga berlaku pada AI musuh.



Di game ini, ada beberapa kelas prajurit, ada rifleman (senapan biasa), elite rifleman (senapan semi otomatis), assault (senapan serbu/smg), engineer (smg+bahan peledak), machine gunner (senapan mesin), marksman (senapan sniper), anti tank (senapan anti tank), squad leader (smg), dan commander (teropong, hanya berfungsi penuh di mode MP OL). Senjata-senjata yang ada ialah khas dari Jerman dan Soviet era WW II, yakni KAR 98, MP 40, MKB 42 (STG 44), G41, MG 34, Mosin Nagan, PPSH 41, SVT 40, PTRS 1941, dst. Khusus tuk senapan mesin, hanya bia di tembakkan dengan lebih akurat jika memakai bipod dan diletakkan pas tiarap atau ketika membidik musuh dari atas pinggiran tembok.

Di Red Orchestra 2 juga ada sistem take cover, seperti yang ada di BIA 3, tapi pas berlindung di balik tembok, mode 1st person view tetap dipakai, tidak ada mode 3rd person view sama sekali di sini. Sambil berlindung, jika memungkinkan maka gamer akan bisa meloncati tempat perlindungan tersebut, jadi takkan ada namanya loncat-loncat secara bebas seperti di seri COD. Sistem health-nya juga tidak akan seperti di COD 5 dan semacamnya, melainkan jika tertembak di bagian yang tidak vital, maka HUD akan muncul sekilas untuk memperlihatkan bagian mana yang tertembak dan tandanya gamer harus segera memakai perban pada luka-luka yang ada dan sekian detik kemudian gamer akan kembali normal dan sembuh.

Dan ketika tertembak di bagian yang hampir vital, maka gamer tidak akan serta merta tewas tapi akan berlangsung secara perlahan-lahan, dari semual pandangan mata yang jernih lalu akan menjadi kabur secara pelan-pelan dan guna perban tiada lagi. Tapi, jika tertembak di posisi tubuh yang vital, maka gamer akan koit seketika itu juga dan akan respawn pada kelas-kelas prajurit yang tersisa secara acak. Di setiap peta level, setiap beberapa menit sekali akan ada bantuan tentara dari teman yang akan berguna untuk menambah kekuatan saat merebut beberapa obyektif misi yang ada. JIka semakin banyak AI Team yang jatuh berguguran, maka gamer harus mampu bertahan hidup pada sekian waktu yang telah ditentukan hingga AI Team bantuan akan datang. JIka gagal, maka siap-siap-lah untuk merestart checkpoint terakhir sebagai satu-satunya sistem save game yang ada di REd Orchestra 2 ini. PeRtempuran di game ini terasa lebih realistik dibandingkan game-game pc bertemakan WW II yang lainnya, jika ada AI team/musuh yang tertembak, ada kalanya mereka akan mengaduh kesakitan ataupun teriak-teriak minta tolong, dan tiada seorangpun yang akan menolongnya karena di game ini tidak ada kelas prajurit bagian kesehatan (medic).

Jadi, jika ada AI Team yang mengaduh kesakitan menjelang ajalnya tiba, gamer hanya bisa menyaksikannya saja tanpa bisa menolong sama sekali. Atau kadang-kadang, jika tertembak pun, baik AI team/musuh akan masih sempat berlari, berjalan, lalu mati terjatuh di tanah begitu saja, bagaikan manusia beneran yang sedang sekarat. Lalu, ketika gamer salah menembak dan ada friendly fire, maka AI team lainnya akan segera berteriak-teriak memperingatkan kepada gamer untuk tidak menembak lagi. Jika berada diposisi yang mengungkan, secara otomatis sebagian AI team/musuh akan mencari perlindungan dan akan menembak dari balik perlindungan, gamer pun bisa melakukan hal yang sama, bahkan gamer bisa melaukan blind fire dari balik tembok perlindungan. Selain itu, muncul fitur suppressing fire yang mengagumkan, jk gamer terus terdesak oleh serangan musuh ketika tak berlindung di balik tembok, maka pandangan mata gamer akan perlahan-lahan menjadi kabur, yang akan kembali pulih jika gamer cepat-cepat berlindung di balik tembok.




Tidak semua tembok bisa dijadikan tempat berlindung yang aman, jika bersembunyi di balik tembok kayu atau bahan-bahan tipis lainnya, maka peluru-peluru dari musuh akan mudah menembus tembok itu dan akan segera membunuh gamer. Jika ada granat yang dilemparkan ke musuh, maka tubuh musuh itu akan hancur dan serpihan tubuhnya akan berserakan di tempat kejadian perkara. Begitu pula jika ada serangan artileri dan tepat mengenai sasaran, maka bersiaplah untuk melihat serpihan tubuh mayat berceceran di jalanan. Para AI team itu bisa diperintahkan untuk menyerang/mempertahankan obyektif misi yang ada, tapi gak semua AI team itu akan mematuhi gamer, sebagian lainnya lebih suka mengikuti dan melindungi gamer secara otomatis. Sebagian lainnya suka bergerak otomatis tuk menjalakan obeyktif-obyektif misi yang ada. kualitas IQ AI musuh/team terbilang standar bagus, namun mereka tidak akan pernah melakukan serangan melalui granat peledak ataupun granat asap.

Di setiap peta level akan ada supply amunisi dan radio komunikasi mini, GUna supply amunisi ya untuk mengisi peluru secara otomasti bagi infanteri maupun kavaleri (tank). Dan guna Radio, bisa dimanfaatkan oleh siapapun, tanpa kecuali untuk meminta bantuan tembakan artileri ataupun misi recon oleh pesawat terbang. Penggunaan radio itu akan dijelaskan melalui salah satu sesi latihan di kampanye cerita Axis. Di game ini hanya ada dua kendaraan saja yang bisa dikendarai oleh gamer, yakni tank T-34 (Soviet) dan Panser IV (Jerman). Gamer bisa bebas memerankan salah satu dari empat posisi di T-34 dan lima posisi di Panzer IV, yakni driver, MG gunner 1, MG gunner 2, Tank Gunner, dan Komandan. Khusus, di T-34, entah mengapa mekis game ini sudah memakai update ke-3, tetap saja hany ada tiga posisi yang tersedia, sisanya takbisa dimainkan sama sekali di mode SP offline.

Di tank ini juga takada crosshair, tapi dibagian tank gunner dan komandan, akan diberikan teropong khusus (seperti model teropong untuk senapan sniper) untuk membidik target. Pengendaraan tank ini terbilang mudah, semudah jika gamer terbiasa memainkan game seri ARMA. Sekali lagi, pengendaraan tank ini tiada mode 3rd person view hanya 1st person view sama sperti jika gamer menjadi pasukan infanteri. Dalam beberapa peta level kampanye cerita, ada yang khusus digunakan untuk perang antar tank saja, tapi adapula yang gabungan antara perang sesama infanteri dan tank dalam satu peta level. Ada kalanya, di peta level tersebut, gamer hanya bisa berperan sebagai anggota pasukan tank, ada kalanya gamer hanya bisa menjadi pasukan infanteri saja. Tergantung skenario cerita.

Suasana perang di Red Orchestra 2 terasa realistis dan bertempo agak lambat (jika memakai mode kesulitan hard), hanya mengandalkan HUD peta mini sebagai kompas, gamer harus sering-sering menunduk, berlindung di balik tembok ataupun tiarap, lalu sering-sering menembak dari balik tembok persembunyian, sambil mengintip ataupun memakai lean left/right untuk menembak target. Jika berlari, harus bisa memperkirakan, akan sejauh mana bisa berlari karena ada pembatasan stamina. Seringkali gamer akan tertembak/tewas tanpa pernah tahu siapa yang telah menembak, apakah pihak musuh atau dari teman sendiri. Yang jelas, gamer akan respawn menjadi kelas prajurit secara acak, sebab di mode SP offline, gamer tidak bisa memilih secara manual mau menjadi kelas prajurit yang mana dari para AI team yang tersisa. Kalau beruntung, sesudah respawn, gamer akan bisa mengambil kembali senjata-senjatanya sendiri yang tergeletak di tanah, di samping mayatnya itu sendiri, yang terbunuh sebelumnya.



SOUND
Setiap memainkan salah satu pihak dalam kampanye cerita, game ini akan mempersembahkan beberapa musik-musik yang khas dari negara masing-masing yang bernuansa menambah semangat perjuangan. Detail bagaimana cara menembak di setiap pertempuran di dalam game ini diperlihatkan sangat jelas, yakni semisal cara memasukkan peluru satu demi satu, memasang magazin peluru ataupun cara mengkokang peluru. Cara kokang peluru ini juga bisa dibuat secara otomatis ataupun manual, jika manual setiap kali sehabis menembak dengan senapan KAR98/mosin nagan/senapan sniper lainnya, maka gamer akan mengkokang peluru dan kemudian baru bisa menembak lagi. Dan karena tiada HUd detail jumlah amunisi yang tersisa, gamer hanya diberi tahu melalui sebuah text sederhana setiap memegang senjata, yakni apakah kotak pelurunya masih berisi penuh, setengah penuh, dan atau hampir kosong.

Selain itu, kedetailan bagaimana mengisi peluru/mengganti kotak peluru, juga terdengar sangat jelas bunyinya. Apalagi ketika gamer menembak setiap senjata yang digunakan, maka suaranya juga akan terdengar sangat nyaring dan bisa memekakkan telinga jika gamer bertempur didalam ruangan. Bukan hanya suara senjata para infanteri saja yang terdengar sangat detail, akan tetapi, suara mesin tank dan bagaimana prosedur memasang peluru ke dalam meriam utama tank, juga terdengar sangat jelas. Deru suara mesin yang berisik di dalam kabin ketika menjadi anggota kru tank, sehingga saat menjadi prajurit infanteri bisa mendengar suara tank dari kejauhan. Kalau gamer merasa berisik mendengar suara tank, saat berperang sebagai sopir tank ataupun jadi komandan tank, gamer bisa mengeluarkan sedikit posisi tubuh dari dalam tubuh tank, untuk melihat sekeliling suasana dengan lebih luas lagi daripada hanya ngumpet di dalam kabin tank saja.

Ada hal unik, ketika gamer berperan misalnya sebagai tentara Jerman, maka narasi cerita dan ucapan-ucapan para AI Team akan memakai bahasa Inggrid dengan logat Jerman, namun ketika bertempur maka para AI musuh hanya terdengar memakai bahasa Rusia saja. Begitu pula sebaliknya, jika gamer menjadi tentara Rusia, maka narasi dan para AI team akan berbahasa INggris dengan logat Rusia namun ketika bertempur maka para AI musuh hanya terdengar memakai bahasa Jerman saja. Benar-ebnar detail penggarapan suaranya itu.




GFX
Game ini masih menggunakan Dx9c denagn gfx Unreal Engine 3 (UE3) yang dipadukan dengan Phsyx Apex CPU, mirip dengan gfx engine HUnted Demon Forge. Penggambaran wajah karakter, seragam tentara, model setiap senjata yang ada, serta interior kabin tank2, semuanya terlihat detail texture yang tajam. Gerakan animasi terlihat mulus, contohnya terlihat pada ceceran potongan tubuh atau mayat-mayat yang berserakan di lantai. Namun LIngkungan sekitar, yakni kualitas interior/exterior bangunan serta wilayah sekitarnya terlihat dipoles secara lebih sederhana jika dibandingkan dengan detail para karakter dan tank serta senjata. Bahkan di beberapa peta level, sangat terlihat penggambaran detail texture tanah yang low resolusi, bahkan hanya terkesan tempelan gambar 2D semata. Jadi, gfx game ini campuran antara detail texture yang tinggi dengan yang rendah.

Sungguh mengherankan untuk sebuah game pc yang khusus dirilis ke PC, seharusnya pihak pengembang mampu memaximalkan gfx UE3 yang ada. Mungkin hal ini disebabkan oleh bujet pembuatan game ini yang tidak besar, melainkan terbatas, maklum bukan game populer semacam seri COD. Namun, terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, sang pengembang tetap mampu mendesain setting kehancuran kota akibat perang dengan baik. Reruntuhan kota Stalingrad terlihat sangat kusam dan kumuh, kobaran api terlihat pada beberapa sudut kota di peta-peta level tertentu. Dan, beberapa peta level merupakan pengulangan dari kedua belah pihak yang berseteru, jadi akan ada banyak peta level yang sama, yang digunakan oleh Jerman maupun Soviet, dengan obyektif misi yang berbeda tentunya.



REPLAYBILITY
Sebenarnya, di mode SP offline sehabis gamer menamatkan semua kampanya cerita yang ada, gamer takkan bisa membuka berbagai item dan senjata-senjata menarik di REd Orchestra 2. Untuk bisa membuka semua item-item tersebut maka gamer musti rajin-rajin mengikuti mode MP OL nya. Sebab game ini memang memfokuskan ke mode MP OL sama sperti prekuelnya. Tetapi, tak seperti si Dice dalam BF 1942, pihak pengembang game ini tak melupakan mode SP offline begitu saja, namun mereka memolesnya menjadi lebih berharga untuk bisa dimainkan hingga tamat. Hitung-hitung, memainkan mode SP offline demi melatih reaksi dan sensitiftas gamer terhadap situasi dan kondisi, melawan para AI musuh, bersama-sama dengan AI team, yang sama-sama lumayan tak bodoh, dalam game fps shooter realistik ini. Genre game yang langka untuk di kalangan game bersetting-kan WW II.




EPILOGUE
Saat menjadi tentara Soviet, seringkali akan terdengar teriakan bersemangat, For Freedom dari para AI team lainnya. Menurut penulis, kebebasan yang diperjuangkan oleh warga Rusia selama WW II itu terasa tumpul usai perang berlangsung. Sebab, Stalin kemudian berkuasa secara mutlak dan menjadi diktaktor yang tak kalah kejamnya dengan Hitler dengan menindas siapapun tanpa pandang bulu bagi pihak-pihak yang dianggap menentang kekuasaannya di wilayah Uni Soviet, terutama terhadap warga Rusia itu sendiri. Well, sebelum WW II pecah pun, si Stalin sudah menjadi diktaktor yang bertangan besi, dan selama WW II berlangsung, ia meluapkan semangat nasionalisme warga Rusia melawan Jerman, salah satunya untuk menutupi berbagai sifat kediktaktorannya selama ia memerintah di Uni Soviet.

Usai WW II, sifat kediktaktoran Stalin semakin menjadi-jadi hingga akhir hayatnya, akibatnya selama pemerintahannya berkuasa, secara langsung dan tak langsung, jutaan warganya tewas terbunuh oleh tindakan polisi rahasia dan tentara Uni Soviet itu sendiri. Memang, di Red Orchestar 2 itu tidak diceritakan soal sepak terjang Stalin ataupun Hitler dalam berkuasa di negaranya masing-masing. Melainkan yang diperlihatkan hanyalah bagaimana kedua belah pihak saling mengerahkan seluruh kekuatan militernya yang ada, untuk bertempur secara mati-matian dalam memperebutkan ataupun mempertahankan kota Stalingrad. Pertempuran di kota tersebut-lah, sekali lagi, akan menjadi salah satu penyebab, awal runtuhnya negara Jerman dalam WW II.

Dan pengembang dari game ini, berhasil menggambarkan dengan mantap, sebagian kecil dari begitu banyak pertempuran besar yang terjadi di KOta Stalingrad itu. Padahal, perang di Stalingrad itu juga hanya sebagian kecil dari perang besar di wilayah timur Eropa, perang paling masif dan paling brutal dalam sejarah manusia, terutama pada era WW II. Melebihi kekejaman perang yang berlangdung di wilayah barat Eropa. Korban jiwa dari kedua belah pihak baik pihak sipil maupun militer, tercatat sebagai yang terbesar melebihi korban perang di front barat Eropa semasa WW II. Satu dari empat warga Soviet menjadi korban perang selama WW II berlangsung, entah menjadi korban luka-luka ataupun tewas. Tidak mengherankan jika kehebatan tentara Jerman menjadi lumpuh, sebab jumlah tentara Soviet dan sekutunya, berjumlah berkali-kali lipat lebih banyak daripada jumlah kekuatan tentara Jerman dkk.


============================================
Penilaian
============================================

Storyline----> 8
Bagaikan mendengar kisah sejarah Pertempuran di Stalingrad yang sesungguhnya

Gameplay-----> 8
Menegangkan dan sangat seru untuk membidik musuh

Sound--------> 9
Tembakan MG 34 sangat nyaring terdengar di telinga

Gfx-----> 7
Seragam tentara Jerman dan Soviet, terlihat sangat detail perbedaannya

Replayability----> 7
Hanya untuk melatih kecepatan reaksi gamer dalam menembak musuh tanpa crosshair.


Total Skor = 7,8


(+) :
- Detail pertempuran ala WW II yang sesungguhnya
- AI team dan musuh lumayan pintar
- Ada sistem suppressing fire yg mantap

(-) :
- buggy like hell
- auto checkpoint only
- gfx UE3 yang berat


sumber : http://www.gamexeon.com/forum/review/79657-red-orchestra-2-heroes-stalingrad-review.html 

0 komentar :

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys