Tidak membutuhkan negara-negara adikuasa di muka Bumi untuk menciptakan sebuah perang besar. Perang Dunia III bahkan dapat dihasilkan cukup dari keinginan seorang pria saja. Begitulah hal yang telah terjadi dalam tiga game Call of Duty: Modern Warfare. Aksi terorisme yang dilancarkan Makarov kini telah berujung pada suatu kekacauan besar. Jauh lebih parah dari apa yang bisa dibayangkan awalnya.
Call of Duty: Modern Warfare 3 (MW3) kembali melanjutkan cerita mengenai krisis perang masa kini yang telah dimulai dari game pertamanya. Setelah konflik bertambah pelik pada game keduanya, perburuan Captain Price dan John “Soap” MacTavish terhadap Vladimir Makarov pun terus berlanjut dengan harapan dapat membuahkan hasil. Sementara pengejaran berlangsung, invasi Rusia atas Amerika dan Eropa sepertinya telah menandakan dimulainya tragedi yang lebih dari cukup untuk disebut dengan Perang Dunia III. Ya, Infinity Ward dan Sledgehammer telah berhasil mengembangkan MW3 sebagai ilustrasi gambaran akan Perang Dunia III yang sangat tepat. Tidak terkesan jauh dari kenyataan dan cukup menyiratkan kesan yang bukan mustahil untuk terjadi. Logis dan cukup rasional.
Seperti apa yang sudah menjadi tradisinya, MW3 masih tetap mempertahankan cara penyampaian cerita melalui beberapa sudut pandang. Sementara Task Force 141 memperkenalkan Yuri sebagai salah satu karakter playable yang baru, gamers juga dapat menemukan beberapa karakter playable baru dari kesatuan bersenjata yang lainnya. Selain Yuri, ada pula Frost dari Delta Force dan Burns dari SAS. Mengikuti penceritaan dari beberapa subyek pelaku ceritanya, peperangan kali ini berkecamuk dengan meliputi wilayah yang cukup bervariasi mulai dari New York, Sierra Leone, London, Paris, Siberia dan lain sebagainya. Kerealistisan pun semakin dirasa mendalam ketika gamers dapat menemukan adanya sejumlah unsur yang dekat dengan kenyataan. Cukup banyak wow moments disertakan untuk membuat adrenalin gamers kerap terpacu di tiap misi. Dan ini merupakan bagian yang terbaik.
Mungkin tidak salah apabila dikatakan bahwa sukses dari game-game Call of Duty selama setengah dekade terakhir merupakan sebuah trendsetter yang mempengaruhi maraknya game bergenre first-person shooter (FPS) belakangan ini. Saking kuatnya anggapan tersebut, tidak sedikit game-game FPS baru yang datang langsung mendapat cap mengikuti jejak kesuksesan fenomenal yang sudah lebih dulu ditorehkan oleh Activision dengan franchise Call of Duty-nya. Hal inipun turut berlaku terhadap beberapa franchise besar yang semestinya menempati posisi sejajar di kelas kompetitor. Sementara pengaruh tersebut terasa makin kuat, hampir seluruh gamers dan pengamat industri tentunya tidak bisa menghindari pertanyaan akan sejauh apa perkembangan franchise ini yang berikutnya.
Sebagai salah satu kelanjutan yang ditunggu-tunggu kedatangannya sejak lama, MW3 tampil dengan mempertahankan konsep FPS yang menjadi kekuatannya. Seperti layaknya MW dan MW2, game ini kembali menekankan integrasi unsur sinematisasi di dalam cerita dengan rancangan gameplay yang dapat dikatakan hampir tanpa menyertakan sesuatu yang baru dari segi inovasi. Tidak ada banyak yang perlu diterangkan secara mendetil, mengingat garis besar mekanisme game ini masihlah sama seperti kebanyakan game FPS saat ini. Sejumlah bagian gameplay yang boleh kalian harapkan ada dari sebuah game FPS dengan nama Call of Duty, mulai dari baku tembak yang menegangkan, aksi secara beregu yang menghidupkan kesan sebagai suatu pasukan bersenjata, sesi dengan kendaraan tempur, persenjataan mutakhir yang sudah tidak asing lagi, hingga sejumlah momen quick-time events (QTE) yang ikut meningkatkan intensitas keseruan di dalamnya.
Meski sedikit terkesan kehabisan ide akan improvisasi gameplay, hal ini sendiri tidaklah kontan menjadikan MW3 sebuah game yang buruk. Gamers yang menikmati bagaimana MW dan MW2 dibawakan sebelumnya tetaplah dapat menikmati gameplay ini oleh daya tariknya sebagai sebuah kelanjutan. Ibarat menyaksikan trilogi Star Wars atau Lord of the Rings, judul pertama dan kedua jelas tidak akan lengkap tanpa sebuah epilog. Selama game ini mampu mempertahankan sejumlah aspek yang menjadi kekuatannya, datang tanpa membawakan suatu inovasi yang baru di segi gameplay rasanya tidak akan terlalu menjadi masalah bagi sebuah judul MW. Mengingat potensi yang tentunya tidak dapat dipaksakan.
Dari segi grafisnya pun MW3 terlihat hampir seutuhnya menyerupai kualitas game sebelumnya. Peningkatan yang kurang terasa kentara secara visual tetap memberikan kesan tampilan yang identik dengan MW2. Pencahayaan dan tekstur yang baik, environment yang tampak detil, efek-efek yang berkesan real, dengan kualitas frame rate yang mulus seutuhnya untuk mendukung kenyamanan di dalam gameplay. Plus untuk kali ini dapat dilihat pula dari efek ledakan dan guncangan yang membuat sekuel ini semakin meriah secara visual. Ada cukup banyak momen yang mencengangkan secara visual disini.
Walau boleh dikatakan mampu mempertahankan kualitasnya dengan baik, mungkin sudah waktunya bagi Infinity Ward untuk melakukan peningkatan yang lebih signifikan terhadap engine grafisnya. Demi memberikan feel yang lebih segar dan tidak ketinggalan dari saingannya, tentu.
Kualitas sound tidak dipungkiri memang senantiasa jadi salah satu aspek yang juga banyak diperhatikan dari sebuah Call of Duty. Kemampuan untuk menghanyutkan gamers semakin jauh dengan cerita merupakan sesuatu yang memang dimiliki oleh aspek audio-nya. Di tengah situasi perang yang penuh dengan bunyi tembakan dan ledakan yang realistis, musik turut menjadi kekuatan yang memberikan kesan dramatis di dalamnya. Berbagai momen benar-benar terasa makin menyentuh secara emosional berkat sejumlah nada-nada yang tematis. Setelah Hans Zimmer memukau gamers MW2 melalui komposisi musik ciptaannya, kini giliran komposer Brian Tyler yang mengambil alih tanggung jawab atas musik dalam MW3. Hasilnya pun cukup memuaskan dan tidak kalah baiknya dengan sang pendahulu.
Walau durasi single campaign terhitung relatif singkat, hal ini bukanlah suatu kekecewaan yang terlalu berarti terhadap aspek longevity game ini. Di samping campaign, MW3 masih mempunyai sejumlah hal yang dapat diekspektasikan dari fitur multiplayer. Persis seperti apa yang dapat diharapkan dari game keduanya. Persis yang mengartikan fitur-fitur hampir sama secara menyeluruh, hanya dengan sedikit perubahan minor yang disesuaikan untuk membuatnya terkesan tidak sepenuhnya di-copy & paste dari MW2. Di antaranya ada beberapa mode multiplayer dan map baru, dengan sedikit pembaharuan yang diberlakukan terhadap sistem unlockable attachments untuk senjata (kini dengan leveling) dan Killstreak yang ditawarkan.
Selain dari mode multiplayer yang sudah cukup jadi standar, MW3 juga menghadirkan kembali Spec Ops mode yang sekarang terbagi menjadi dua macam. Sementara salah satu pilihan menampilkan mode berbasis misi yang mirip dengan Spec Ops di MW2, pilihan yang satunya lagi merupakan mode bersifat survival yang pada dasarnya agak mengingatkan dengan mode Zombies di game-game Call of Duty buatan Treyarch. Dari semua fitur multiplayer yang dihadirkan sebagai nilai jualnya, patut diapresiasi bahwa Activision kali ini masih mendukung fasilitas online secara leluasa tanpa dibatasi oleh fitur online pass yang kerap disertakan di sejumlah game mendukung online keluaran belakangan ini. Bagi gamers hardcore yang menginginkan nilai lebih dengan sesi online multiplayer-nya, MW3 pun diharapkan dapat memberi pengalaman bermain yang lebih maksimal oleh layanan Call of Duty: Elite.
Editor’s Tilt – 9.0
Terlepas dari minimnya inovasi terhadap gameplay yang cukup banyak dikeluhkan, MW3 tetap merupakan sebuah game yang memukau. Game ini pada akhirnya dapat menutup trilogi Modern Warfare sebagai sebuah kisah perang yang epik dan sangat dramatis. Lewat berbagai momen yang meninggalkan kesan secara emosional di hati para pemainnya, Modern Warfare akan diingat sebagai Call of Duty dengan salah satu jalan cerita terbaik yang pernah ada. Sementara itu, para pemain yang menikmati esensi akan sebuah FPS tentunya dapat menikmati game ini sepenuhnya. Hadir dengan mempertahankan sejumlah kekuatan meski tanpa improvement sepertinya bukanlah masalah yang terlalu berarti di mata para penggemar FPS. Setidaknya, pengembangan ini masih jauh lebih baik ketimbang sejumlah judul yang telah mencoba untuk mengimplementasikan kesuksesan Call of Duty, namun gagal dalam menyajikannya.
Sebagai FPS, Call of Duty terutama Modern Warfare itu sendiri memang sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Setelah berhasil menciptakan berbagai ilustrasi akan kengerian perang, untuk kali ini Call of Duty semakin membuktikan keseriusannya dalam mengilustrasikan betapa mungkinnya Perang Dunia III dapat terjadi. Dan hebatnya, Infinity Ward memang mampu memukau melalui sejumlah nilai dramatis yang sarat di dalam ceritanya. Perlu diingat, ini bukanlah sesuatu yang dapat selalu gamers temukan dari sebagian besar game pada umumnya.
Dengan usainya Modern Warfare (semestinya), sesuatu yang lebih dari ini tentunya akan sangat dibutuhkan sebagai daya tarik untuk Call of Duty yang selanjutnya. (LYR)
“It doesn’t take the most powerful nations on Earth to create the next global conflict. Just the will of a single man.” – Vladimir Makarov
Menampilkan kualitas di atas rata-rata game FPS umumnya, namun tanpa inovasi yang mampu memutlakkan posisi over-the-top Call of Duty. 9.0
Hampir seutuhnya sama secara teknis dengan MW2, plus dukungan efek-efek visual dan sinematisasi yang membuatnya terkesan lebih "wah" dari pendahulunya. 9.0
Efek-efek suara yang realistis, ditambah kekuatan musik tematis yang cukup menyentuh secara emosional pada sejumlah momen dramatis. 9.0
Durasi campaign masih relatif singkat. Sejumlah pembaruan minor terhadap aspek multiplayer turut dilakukan untuk membuatnya terkesan tidak hanya asal "copy & paste" fitur dari game sebelumnya. 9.0
OVERALL 9,0 (EXCELLENT)
by : LeeYunRain | 20/11/2011
0 komentar :
Posting Komentar