By Pladidus Santoso
March 12, 2015 ·
Pernah baca judul artikel di situs video game atau forum dengan judul sama yang di atas? Yups, gua juga. Biasanya isinya akan berkisar dengan serangkaian isi trait / karakter super positif yang digeneralisasi, yang tujuannya biasanya cuman satu – ngasih justifikasi kenapa gamer itu calon pacar potensial yang mesti dilirik.
Rasional atau enggak? Who cares! Prinsip artikelnya biasanya seperti ini. Yang pentingnya isinya menyanjung diri sendiri atau identitas kita sebagai gamer, kalau kita ini makhluk superior yang lebih hemat, lebih bertanggung jawab, lebih romantis, lebih pantang menyerah, dan lain-lain. Dengan sedikit bumbu ego dalam diri yang mungkin di dunia nyata sering diinjak orang lain, kita tiba-tiba langsung mengiyakan dan menyetujui bahwa kita semua berbagi kualitas kepribadian yang sama. Biar dapat perhatian ekstra dan nyampe enggak langsung ke “telinga”nya gebetan, kita pun langsung nge-share di Facebook, Twitter, Path, dan semacamnya biar dapat justifikasi ekstra. Yang gua hendak tanyakan sebenarnya cuman satu, bukankah ini sudah saatnya mulai belajar buat mijak tanah?
Bukankah ini sudah saatnya bercermin? Bukankah ini sudah saatnya jujur sama diri sendiri? Bukankah ini saatnya untuk tidak lagi menggunakan alasan “gamer” dan “superioritas” untuk mendapatkan perhatian dari pujaan hati, yang sebenarnya, enggak pernah lu perjuangin sama sekali? Bukankah sudah saatnya mengakui bahwa “10 alasan” ini biasanya berputar pada sebuah pembenaran semu yang tidak berlandas fakta?
Gamer = Low-Quality Jomblo?
Absurd? Tentu saja. Karena lu enggak pernah pernah ngelihat ada artikel “10 Alasan Kenapa Lu Mesti Pacaran Sama Dokter”, “10 Alasan Kenapa Lu Mesti Kawin Sama Seniman”, atau “10 Alasan Kenapa Lu Mesti Pacaran Dengan Satpam Kompleks”. Yang terus lu dengar adalah, kenapa mesti pacaran dengan gamer, kenapa mesti kawin sama gamer, kenapa lu butuh ngelirik gamer, dll. Kalau ada satu hal yang gua pelajarin dari ilmu ekonomi semasa SMA dulu, ini semacam media promosi. Dan biasanya dua alasan yang akhirnya mendorong kenapa perusahaan akhirnya terus-terusan buat promosiin produk tertentu: Pertama – karena ini produk baru dan butuh dikenalin ke masyarakat biar terasa familiar. Kedua – karena simply, enggak laku aja makanya butuh lebih banyak eksposure.
Kalau ngelihat yang terjadi sama gamer yang udah lama eksis di Indonesia, sepertinya alasan kedua yang lebih ditekanin. Walaupun kisah cinta gua enggak seindah itu zaman SMP atau SMA, namun gua enggak pernah denger ada satupun gamer yang ngerasa jomblo dan butuh justifikasi biar dilirik hanya karena statusnya sebagai gamer. It’s either you out of luck, ada kompetitor yang memang lebih baik buat menangin hati gebetan elu, atau simply lu memang belum pantas aja. It’s that simple.
Lantas, salah siapa status gamer sekarang seolah dilihat sebagai seorang low-quality jomblo? Daripada nyalahin masyarakat, gamer di Indonesia seharusnya lebih bercermin ke kelompok mereka sendiri. Ketika artikel seperti “10 alasan” seperti ini meluncur, dan gamer langsung berpartisipasi aktif dan ikut “mengiyakan”, yang terjadi adalah sebuah pemandangan yang menyedihkan. Sebuah kondisi dimana gamer terasa seperti anak-anak ababil haus kasih sayang, yang cuman bisa ngeluh di dunia maya bagaimana mereka yang “katanya” setia, bertanggung jawab, pinter, dan hemat bisa berakhir enggak punya pacar? Keluhan-keluhan di mulut yang gak pernah diikuti sama aksi, sikap, atau langkah progresif apapun. Semua orang bisa ngeluh, semua orang bisa bacot. Yang benar-benar bisa mastiin dia enggak bakal ngeluh keluhan yang sama? Nah, itu butuh attitude.
Sekarang situasinya kita balik deh. Anggap aja deh yak, elu itu cowok super ganteng di sekolah yang bisa bikin cewek manapun jatuh hati. Kebetulan, ada dua cewek gamer hardcore yang deketin lu, dan lu tertarik sama keduanya. Satunya secara aktif ngobrol sama lu, bantuin lu, berusaha berteman dekat sama lu dengan pendekatan yang sehat, sembari nunjukin betapa menarik dan menyenangkannya game-game yang lagi dia mainin secara proporsional. Sementara yang satunya lagi terlihat seperti singa kelaparan, enggak pernah ada effort buat actually bina hubungan baik sama lu, yang secara terus-menerus ngeluh di media sosial bahwa status gamernya bikin dia gak bisa punya cowok, terus ngeshare artikel “10 alasan mesti pacaran dengan gamer”, ngomong via temen kalau dia suka sama elu, dan secara enggak langsung ngelirik elu dari jauh. Which one did you chose? Gua rasa jawabannya jelas.
So, gamer itu low quality jomblo? Jika lu termasuk gamer yang keep b*tching about it and do nothing, then yes. Tapi kalau lu ngehadapinnya dengan effort, sekecil apapun dan gak sekedar “meratapi nasib”? Then no. High quality atau low quality jomblo? Semuanya bergantung pada cara kita menyikapi kejombloan kita sendiri.
Let’s Talk About Facts!
Let’s talk about facts.
Gua tahu bahwa sebagian besar artikel ini memang ditulis buat sekedar senang-senang doank. Tapi bagaimana kalau diposisikan lebih serius? Maka, lu bisa mengacu ke serangkaian penelitian yang secara scientific memang ngebahas efek positif dari sebuah video game. Sejauh ini, enggak ada satupun video game yang bisa ngehasilin efek di atas. Sejauh yang gua pribadi tahu, beberapa efek positif gaming yang sudah dikonfirmasiin dan disetujuin adalah kemampuan koordinasi mata-tangan yang lebih baik, kemudahan belajar bahasa asing, mudah mengambil keputusan, dan problem solving. Bahkan untuk hal yang esensial macam agresivitas pun, penelitian masih terbagi ke dua kubu – yang setuju bahwa video game bisa mengurangi dorongan tersebut dan yang setuju bahwa video game justru memperkuatnya. Sementara yang lain? Setahu yang gua tahu, nope.
Mengacu pada salah satu list yang dibuat di forum terbesar di Indonesia yang ternyata menyadur dari salah satu media nasional raksasa, kita mungkin harus bertanya sama diri sendiri apa memang benar video game bikin kita jadi manusia yang lebih baik? I tend to disagree kalau ngelihat apa yang terjadi sama hidup gua sendiri sebagai seorang gamer.
1. Gamer Jago Multitasking?
“Menghabiskan waktu berjam-jam memainkan video game memang menjadi salah satu kekurangan gamer. Jangan takut, ia tidak akan menjadikan video game sebagai ‘pacar’nya, meskipun tangan dan matanya sibuk memainkan video game. Ia tetap akan update apa saja kegiatanmu pada hari ini. Pastinya, hal ini akan membuatnya terbiasa melakukan hal secara multitasking. Tak hanya mendengar ceritamu, mungkin ia juga bisa membantumu melakukan hal lainnya sambil bermain game! Hebat, bukan?”The fact is:
Pacar: “Hey sayang, lagi ngapain?”
Gamer: “Bisa chat entar, lagi war DOTA, entar hubungin lagi”
Pacar: “Okay..”
Pacar: “Yang, kamu tahu enggak, tadi aku tuh..”
Gamer: (pura-pura dengar)
Pacar: “…….gitu yang..”
Gamer: “Oooooo.. terus?”
Pacar: “Ya terus gitu deh, si A……
Gamer: (ngangguk-ngangguk sambil lihat monitor)
Pacar: “….., wajar donk aku kesel!”
Gamer: Wajar banget.. (dengan wajah yang masih liatin monitor)
Yeah, we all sucks at multi-tasking. Mengapa? Karena gaming adalah aktivitas yang butuh perhatian sangat besar untuk dinikmati dan diselesaikan. Kalau lu ngerasa lu bisa main game sambil dengerin celotehan orang tua atau sambil ngerjain PR, kesimpulannya cuman satu – you sucks at gaming.
2. Gamer Belajar Hemat?
Yups, karena beli game original yang bisa ditamatin dengan harga Rp 650.000/ keping adalah tindakan super hemat. Yups, karena keinginan buat upgrade RIG PC dengan VGA baru yang harganya 5 juta / unit itu tindakan hemat. Yups, karena beli televisi HD baru biar game konsol new-gen lebih optimal senilai 7 juta / unit itu tindakan hemat.3. Gamer Tidak Gaptek?
“Punya pacar gamer yang gaptek? Sepertinya Anda harus menanyakan kembali apakah pacar Anda benar-benar suka main game apa tidak, karena pada umumnya para gamer tahu spesifikasi mesin konsol yang mereka mainkan.”. Let me test you guys, berapa banyak dari lu yang tahu spesifikasi Playstation 4 dan Xbox One lengkap? Gua pribadi enggak tahu, that’s why gua gaptek.4. Gamer Penuh Strategi?
Yups, karena semua jenderal militer di baris depan medan perang semuanya gamer.5. Gamer Tidak Posesif dan Tidak Cemburu?
Yups, karena semua gamer ngerasa sangat secure ketika gebetan yang ia incar dideketin sama cowok / cewek yang enggak main game, terlihat lebih outgoing, dan lebih baik? Sementara di sisi lain, ia terus menerus terkunci di kamar buat nikmatin game-game baru yang ia baru beli tanpa nyediaiin waktu lebih banyak buat si gebetan? So secure..6. Gamer itu Penyabar?
“GGWP noobs, Pinoy sucks. Valve should make your own server. EZ MMR! Go f*ck your mom!*. Yups, penyabar.7. Gamer itu “Nyambung” Jika Diajak Ngobrol
“Beruntunglah jika Anda juga seorang gamer. Ketika Anda berpacaran dengan gamer dan membicarakan hal yang disukai pasti akan terasa seru dan lupa waktu. Ia dan Anda akan merasakan serunya berpacaran dengan membicarakan game-game yang menarik, membicarakan karakter, gameplay, hambatan apa yang sedang dialami dan banyak hal lainnya.” = bukankah pernyataan ini berlaku untuk semua jenis pasangan dengan hobi yang sama? Fotografer itu nyambung kalau pacaran sama fotografer lain. Animator itu nyambung jika diajak ngobrol sama animator lain. Satpam kompleks juga nyambung kalau diajak ngobrol sama satpam kompleks yang lain. Logic.8. Gamer itu Pantang Menyerah?
Yups, silakan yang baca artikel ini, yang akhirnya memutuskan terus berjuang untuk dapatin gebetan yang dia incer, gak takut duluan ngeliatin kompetitor lain yang lebih matang, dan berhasil dapetin pujaan hati? SILAKAN TUNJUK TANGAN!No Pain, No Gain
Oke, kita asumsikan semua kualitas “10 alasan” ini ternyata memang nyangkut di elu semua. Bahwa ternyata elu adalah seorang gamer luar biasa dengan kualitas kepribadian yang siap buat cewek manapun jatuh hati. Lu pantang menyerah, lu penyabar, lu enggak posesif, lu enggak cemburuan, lu penuh strategi, lu enggak gaptek, lu hemat, dan lu jago multitasking. Lu punya kualitas seorang cowok sempurna yang bahkan siap bikin temen cowok lain lu berubah jadi gay, misalnya. Now, the problem is, sudahkah Anda “menjual” diri Anda sendiri? Apa gunanya jika semua kualitas ini gagal lu presentasiin ke pujaan hati lu? Karena pada akhirnya, sebagai gamer, lu lebih tertarik buat ngurung diri di kamar, main game terbaru, malas ketemu orang lain (which also happened to me), dan bersenang-senang sendiri? Dan lu ngeluh dengan semua kualitas lu, lu gak punya pacar? Sudahkah bercermin?
Lagipula, jatuh hati itu selalu soal berusaha. Dengan sekedar manfaatin kepribadian yang lu punya pun, lu enggak akan otomatis tampil menarik di depan mata gebetan lu. Why? Karena setiap manusia itu punya isi otak dan hati yang beda. Gebetan lu punya hobi yang beda, punya penilaian yang beda terhadap situasi dan kondisi tertentu, punya penilaian yang beda soal lu sendiri, punya masalahnya sendiri-sendiri. Pertanyaan selanjutnya, sudah seberapa dalam lu berusaha mengenal gebetan lu sendiri dan bukannya tampil seperti seorang “Drama Queen” yang berharap agar gebetan lu ngelihat lu ketika elu sendiri, enggak ngelakuin usaha apapun?
10 Alasan Kenapa Anda Harus Pacaran Sama Gamer? Jawabannya adalah “Enggak Mesti”. Menjadi seorang gamer enggak memberikan headstart apapun buat kehidupan romantis lu. Jadi seorang gamer enggak lantas bikin lu jadi manusia super imbalance dengan kualitas kepribadian mumpuni. Jadi seorang gamer enggak bikin lu jadi “permata” yang harus dicari oleh setiap wanita / pria? No. Gamer hanyalah status yang lu bawa di belakang seperti ekor, ketika lu berjuang mempresentasikan kualitas kepribadian lu sendiri ke pujaan hati. Dia seperti bumbu, jadi ekstra pertimbangan, jadi sekedar hobi yang enggak akan berpengaruh sama sekali pada kepribadian lu sendiri. That’s it..
sumber : http://jagatplay.com/2015/03/news/jagatplay-ngeracau-10-alasan-harus-pacaran-dengan-gamer/
0 komentar :
Posting Komentar