By Pladidus Santoso
Assassin’s Creed tampil sebagai salah satu franchise game action yang berhasil menetapkan standar baru di industri game. Setting historis yang dibangun dengan baik, plot masa depan dan masa lalu yang bergerak dalam alur yang rapi, serta kombinasi gerak parkour yang mumpuni tumbuh menjadi identitas yang tidak bisa dipisahkan dari franchise andalan Ubisoft yang satu ini. Terlepas dari perombakan cerita yang disuntikkan di setiap seri yang dirilis selama beberapa tahun terakhir ini, Ubisoft juga berusaha menyuntikkan segudang inovasi di sisi gameplay untuk mencegah kesan repetitif yang memang terhitung rentan. Semua usaha inovatif tersebut akhirnya tiba di puncak penerapannya, di seri yang juga direncanakan akan dirilis di konsol next-gen: Assassin’s Creed IV: Black Flag.
Memang ada segudang alasan untuk menantikan kehadiran seri yang satu ini. Selain tema bajak laut yang terhitung unik, fakta bahwa ini akan menjadi seri pertama yang “berdiri sendiri” setelah akhir kisah Desmond Miles di seri ketiga memang membuka potensi arah cerita baru untuk dieksploitasi oleh Ubisoft sendiri. Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah memiliki sedikit gambaran akan apa yang sebenarnya ditawarkan oleh AC IV: Black Flag ini. Pertempuran laut yang epik, dengan cita rasa Assassin yang tetap kental dan dunia yang jauh lebih masif menjadi bumbu manis di atas permukaan.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh AC IV: Black Flag yang satu ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai game bajak laut terbaik yang pernah mampir di industri game?
Assassin’s Creed tampil sebagai salah satu franchise game action yang berhasil menetapkan standar baru di industri game. Setting historis yang dibangun dengan baik, plot masa depan dan masa lalu yang bergerak dalam alur yang rapi, serta kombinasi gerak parkour yang mumpuni tumbuh menjadi identitas yang tidak bisa dipisahkan dari franchise andalan Ubisoft yang satu ini. Terlepas dari perombakan cerita yang disuntikkan di setiap seri yang dirilis selama beberapa tahun terakhir ini, Ubisoft juga berusaha menyuntikkan segudang inovasi di sisi gameplay untuk mencegah kesan repetitif yang memang terhitung rentan. Semua usaha inovatif tersebut akhirnya tiba di puncak penerapannya, di seri yang juga direncanakan akan dirilis di konsol next-gen: Assassin’s Creed IV: Black Flag.
Memang ada segudang alasan untuk menantikan kehadiran seri yang satu ini. Selain tema bajak laut yang terhitung unik, fakta bahwa ini akan menjadi seri pertama yang “berdiri sendiri” setelah akhir kisah Desmond Miles di seri ketiga memang membuka potensi arah cerita baru untuk dieksploitasi oleh Ubisoft sendiri. Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah memiliki sedikit gambaran akan apa yang sebenarnya ditawarkan oleh AC IV: Black Flag ini. Pertempuran laut yang epik, dengan cita rasa Assassin yang tetap kental dan dunia yang jauh lebih masif menjadi bumbu manis di atas permukaan.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh AC IV: Black Flag yang satu ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai game bajak laut terbaik yang pernah mampir di industri game?
Plot
Templar dan Assassin, dua kubu dengan ideologi yang berseberangan ini memang masih menjadi roda penggerak cerita untuk setiap perjalanan baru yang ditawarkan oleh seri teranyar Assassin’s Creed. Assassin diposisikan sebagai kekuatan penyeimbang dan pedang kebenaran yang siap menundukkan obsesi Templar untuk menciptakan keteraturan yang absolut, dimana kebebasan tidak menjadi bagian penting sama sekali. Misi suci inilah yang disandang oleh setiap invidu yang menyerahkan hidupnya sebagai seorang Assassin. Namun tidak dengan Edward Kenway.
Edward Kenway bukanlah seorang Assassin yang legit. Mengarungi lautan sebagai pekerja kelas rendahan, kesempatan untuk meraih hidup yang lebih sukses dan dibanjiri dengan emas terbuka lebar setelah Kenway berhasil memenangkan pertarungan melawan seorang Assassin pembelot yang tengah menjalani misi untuk seorang Templar, misi yang berpotensi menghasilkan kantung emas yang lebih berat untuknya. Mengambil pakaian sang Assassin dan menyamar, ambisi Kenway ini justru membuka misteri yang lebih besar. Kunci yang ia dapatkan akan memperbesar potensi para Templar untuk menemukan Observatory – sebuah teknologi yang memungkinkan individu untuk melacak dan mengetahui lokasi siapapun di seluruh dunia. Namun untuk menemukan tempat ini, para Templar harus menemukan seseorang yang dikenal sebagai “Sage”.
Identitas palsu yang terbongkar tidak lantas membuat Kenway menyerah. Informasi yang ia dapatkan dari para Templar ini justru membuatnya kian berambisi untuk menemukan Sage dan Observatory, tidak untuk idealisme menyelamatkan dunia, tetapi potensinya sebagai sumber emas yang luar biasa. Naluri dan keserakahan inilah yang membentuk identitasnya sebagai seorang bajak laut dan mendorong perjalanan Kenway menyusuri lautan. Dalam perjalanan “suci” ini, Kenway juga berusaha membangun sebuah kota impian – Nassau, sebuah kota bajak laut dimana kebebasan menjadi pesona utama, sebuah kota dimana pemerintah kolonial sekelas Inggris dan Spanyol tidak memiliki pengaruh apapun, dan para bajak laut ternama sekelas Blackbeard dan Charles Vane mulai menciptakan identitas mereka masing-masing. Sayangnya, perjalanan ini sendiri dipenuhi dengan begitu banyak rintangan.
Tidak hanya para Templar dan militer kolonial yang melihatnnya sebagai ancaman, pakaian kebesaran yang ia kenakan tentu saja memancing rasa penasaran para kelompok Assassin di laut Karibia yang mempertanyakan posisi Kenway dalam konflik antara Assassin dan Templar. Namun bagi Kenway, tidak ada yang lebih penting daripada mencari Sage, menemukan Observatory, dan menguasai teknologi yang akan menguntungkan dirinya ini.
Lantas mampukah Kenway menemukan Sage dan mendapatkan teknologi di balik Observatory ini? Bagaimana posisinya di dalam konflik antara Templar dan Assassin? Mampukah ia membangun Nassau seperti yang selama ini ia impikan? Apakah ia tetap akan menjadi seorang Assassin “gadungan”? Semua jawaban ini bisa Anda temukan dengan memainkan AC IV: Black Flag in
Templar dan Assassin, dua kubu dengan ideologi yang berseberangan ini memang masih menjadi roda penggerak cerita untuk setiap perjalanan baru yang ditawarkan oleh seri teranyar Assassin’s Creed. Assassin diposisikan sebagai kekuatan penyeimbang dan pedang kebenaran yang siap menundukkan obsesi Templar untuk menciptakan keteraturan yang absolut, dimana kebebasan tidak menjadi bagian penting sama sekali. Misi suci inilah yang disandang oleh setiap invidu yang menyerahkan hidupnya sebagai seorang Assassin. Namun tidak dengan Edward Kenway.
Edward Kenway bukanlah seorang Assassin yang legit. Mengarungi lautan sebagai pekerja kelas rendahan, kesempatan untuk meraih hidup yang lebih sukses dan dibanjiri dengan emas terbuka lebar setelah Kenway berhasil memenangkan pertarungan melawan seorang Assassin pembelot yang tengah menjalani misi untuk seorang Templar, misi yang berpotensi menghasilkan kantung emas yang lebih berat untuknya. Mengambil pakaian sang Assassin dan menyamar, ambisi Kenway ini justru membuka misteri yang lebih besar. Kunci yang ia dapatkan akan memperbesar potensi para Templar untuk menemukan Observatory – sebuah teknologi yang memungkinkan individu untuk melacak dan mengetahui lokasi siapapun di seluruh dunia. Namun untuk menemukan tempat ini, para Templar harus menemukan seseorang yang dikenal sebagai “Sage”.
Identitas palsu yang terbongkar tidak lantas membuat Kenway menyerah. Informasi yang ia dapatkan dari para Templar ini justru membuatnya kian berambisi untuk menemukan Sage dan Observatory, tidak untuk idealisme menyelamatkan dunia, tetapi potensinya sebagai sumber emas yang luar biasa. Naluri dan keserakahan inilah yang membentuk identitasnya sebagai seorang bajak laut dan mendorong perjalanan Kenway menyusuri lautan. Dalam perjalanan “suci” ini, Kenway juga berusaha membangun sebuah kota impian – Nassau, sebuah kota bajak laut dimana kebebasan menjadi pesona utama, sebuah kota dimana pemerintah kolonial sekelas Inggris dan Spanyol tidak memiliki pengaruh apapun, dan para bajak laut ternama sekelas Blackbeard dan Charles Vane mulai menciptakan identitas mereka masing-masing. Sayangnya, perjalanan ini sendiri dipenuhi dengan begitu banyak rintangan.
Tidak hanya para Templar dan militer kolonial yang melihatnnya sebagai ancaman, pakaian kebesaran yang ia kenakan tentu saja memancing rasa penasaran para kelompok Assassin di laut Karibia yang mempertanyakan posisi Kenway dalam konflik antara Assassin dan Templar. Namun bagi Kenway, tidak ada yang lebih penting daripada mencari Sage, menemukan Observatory, dan menguasai teknologi yang akan menguntungkan dirinya ini.
Lantas mampukah Kenway menemukan Sage dan mendapatkan teknologi di balik Observatory ini? Bagaimana posisinya di dalam konflik antara Templar dan Assassin? Mampukah ia membangun Nassau seperti yang selama ini ia impikan? Apakah ia tetap akan menjadi seorang Assassin “gadungan”? Semua jawaban ini bisa Anda temukan dengan memainkan AC IV: Black Flag in
Menjalani Hidup Seorang Assassin
Tidak mudah mendefinisikan soosk Edward sendiri. Ia bukan hanya seorang Assassin, tetapi juga seorang bajak laut. |
Jika kita mengambil waktu untuk berpikir sejenak, Assassin’s Creed IV: Black Flag menjadi seri Assassin’s Creed pertama yang mengusung karakter utama dua buah jenis pekerjaan yang berbeda – bahkan dengan idealisme yang berbeda satu sama lain. Karakter-karakter AC yang lain sekelas Altair, Ezio, maupun Connor Kenway selama ini hanya diceritakan menjalani hidupnya murni sebagai seorang Assassin, sebagai pemimpin dari faksi yang eksis hanya untuk satu tujuan utama: menghalangi keteraturan absolut yang diusahakan oleh para Templar. Fakta inilah yang membuat Black Flag ini menarik. Ubisoft punya dua pekerjaan besar: memastikan Edward mampu mengusung identitas yang kuat sebagai seorang bajak laut, namun di sisi yang lain – tetap menghadirkan kesan Assassin yang kentara darinya. Tugas yang berhasil dieksekusi dengan sangat baik.
Perannya sebagai seorang Assassin memang tidak menawarkan mekanik gameplay inovatif baru sama sekali. Aksi Edward di darat memang lebih mepresentasikan formula yang sudah dibangun di Ubisoft di seri ketiga. Tidak lagi hanya bisa sekedar melakukan parkour di antara gedung, beragam terrain seperti pohon dan tebing juga menjadi media untuk bergerak ke tempat-tempat yang sulit dijangkau. Seperti seri-seri sebelumnya pulalah, Anda hanya tinggal menekan satu tombol untuk melakukan quick run dan beraksi parkour secara instan. Pertarungan pedang dengan dua buah schimitar sebagai trademark utama juga mengusung sistem serupa dan tidak sulit untuk dikuasai. Tantangan ekstra mungkin hadir dari varian musuh yang kini membutuhkan strategi tersendiri untuk bisa ditundukkan.
Fakta bahwa Anda tetap harus menuju ke tempat tertinggi untuk melakukan sinkronisasi dan membuka lebih banyak point of interest di sekitar map memang meninggalkan atmosfer nostalgia tersendiri. Beragam side mission seperti Assassin Contract dan beragam peti yang bisa Anda buka untuk keuntungan finansial tertentu masih memberikan kesibukan ekstra tersendiri. Anda juga akan menemukan objektif unik lainnya seperti Mayan Stelae yang akan memperbesar potensi Anda untuk mendapatkan armor khusus, misalnya. Salah satu yang cukup menarik dari seri keempat adalah fakta bahwa Ubisoft menyuntikkan mekanisme “buronan” yang lebih dinamis. Untuk menghilangkan status buruan ini, Anda tinggal bersembunyi hingga situasi aman tanpa perlu lagi merobek poster atau membayar Herald seperti di seri-seri sebelumnya. Nice addition!
Walaupun terlihat cukup serupa dengan seri sebelumnya, ada satu hal yang membuat Black Flag juga tampil sedikit berbeda. Ubisoft tampaknya sangat terobsesi untuk memastikan Black Flag mampu menjual atmsofer Assassin yang kuat. Alhasil? Gameplay stealth kini mendominasi sebagian besar chapter misi utama yang ada. Bukankah hal ini juga sama di seri-seri sebelumnya? Sejak zaman Ezio dan Connor, “stealth” masih menjadi pilihan, bukan sebuah keharusan. Anda masih seringkali diberikan kebebasan untuk menyelesaikan misi dengan berperang terbuka atau sembunyi-sembunyi. Sementara di Black Flag, ada begitu banyak misi yang memaksa Anda untuk bergerak tanpa ketahuan. Sebagai contoh? Segudang misi “tailing” atau menguntit yang disajikan di dalamnya. Menarik di awal, namun mulai mengesalkan ketika misi ini terus hadir frekuentif. Dipadukan dengan sistem kontrol yang terkadang bergerak di luar apa yang Anda inginkan, misi-misi ini berpotensi menghasilkan perasaan frustrasi tersendiri.
Ada begitu banyak elemen Black Flag yang memang terlihat diadaptasikan dari proyek Ubisoft yang lain – Far Cry 3. Salah satunya adalah sistem berburu yang kini disempurnakan dan diposisikan lebih krusial. Dengan puluhan pulau yang terlentang di laut Karibia, Anda kini berkesempatan untuk menemukan dan berburu binatang-binatang khas yang menempati setiap tempat. Tidak hanya untuk sekedar dijual, tetapi sebagian bahan baku utama untuk menyediakan armor dan perlengkapan yang lebih kuat untuk Edward sendiri. Sistem crafting kini membutuhkan bahan kulit atau tulang binatang tertentu sebelum bisa diakses.
Walaupun mengambil setting Karibia dengan lautan yang super luas sebagai daya tarik utama, namun Ubisoft masih tetap menyuntikkan kesan gameplay Assassin’s Creed yang selama ini kita kenal dengan cukup baik. Dengan begitu banyak kota besar yang tersebar di semua belahan pulau inilah, Anda akan menemukan sensasi AC yang selama ini Anda kenal. Tentu saja, dengan beberapa ekstra inovasi. Salah satu yang kami sayangkan? Preferensi pribadi memang, namun ada kesan badass yang sulit dipungkiri ketika Connor menggunakan kapak ketika bertarung di AC III. Senjata yang sayangnya tidak mereka sertakan di Black Flag ini. Sang kakek – Edward terlihat sedikit lebih “halus” ketika menghabisi nyawa para musuh dengan schimitar dan hidden blade yang ia kenakan.
Nenek Moyangku Seorang…….Bajak Laut!
Laut, adalah pesona dan identitas utama yang mendefinisikan Assassin’s Creed IV: Black Flag itu sendiri. Fakta bahwa Edward bukan hanya seorang “Assassin” tetapi juga bajak laut, menuntut Ubisoft untuk memastikan elemen yang satu ini mampu tereksusi dengan baik. Jawaban terbaik? Tentu saja dengan menyempurnakan elemen yang berhasil membuat banyak gamer jatuh cinta di seri AC III sebelumnya – pertempuran di laut. Saling bertukar peluru meriam dalam jumlah masif dan bermanuver di tengah badai yang mencekam dengan kapal besar kini memainkan porsi yang lebih signifikan di Black Flag. Sebuah sensasi yang berhasil disempurnakan dengan baik.
Mobilitas dengan kapal pribadi Anda – Jackdaw bukanlah pekerjaan yang sulit. Seperti halnya mengemudikan mobil di game racing, Anda hanya perlu mengatur tiga tingkat kecepatan untuk bergerak di tengah laut. Semakin cepat kapal bergerak, semakin sulit ia bermanuver, demikian pula sebaliknya. Kombinasi dan kecekatan mengatur kecepatan dan pergerakan kapal akan memberikan keuntungan yang absolut. Angin atau ombak besar? Bukan sesuatu yang perlu Anda pikirkan dengan serius. Satu yang pasti, bergerak dengan menggunakan kapal akan menjadi pekerjaan yang secara konsisten Anda lakukan di Black Flag. Apa pasal? Karena seperti kondisi di dunia nyata, 80% dari total wilayah Karibia adalah laut. Anda harus mengarungi wilayah biru nan luas ini untuk bergerak dari satu pula ke pulau lainnya. Fitur fast-travel memang disertakan untuk mempersingkat hal ini, namun hanya bisa dipicu di daerah yang memang sudah pernah Anda lewati sebelumnya.
Menjadi bagian utama yang terintegrasi dalam gameplay, Ubisoft benar-benar serius membangun mekanik yang satu ini. Tidak perlu jauh-jauh memuji betapa “hidup”-nya lautan ini berkat lusinan kapal kolonial, sipil, dan bajak laut yang lalu lalang di dalamnya, Ubisoft bahkan menyediakan fitur teknis yang membuat pengalaman ini lebih menyenangkan. Anda sama sekali tidak lagi harus berhadapan dengan waktu loading sama sekali setiap kali Anda naik dan turun dari kapal dan mengakses sebagian besar pula terdekat. Jika bisa dibandingkan, ini tidak berbeda ketika Anda mengendarai kuda ketika di seri-seri AC sebelumnya, tinggal naik dan jalan. Bedanya? Ini kapal besar dengan puluhan meriam, kru, dan layar raksasa. Amazing!
Pertempuran lautnya sendiri bukan sesuatu yang sulit untuk dikuasai. Seiring dengan progress dan upgrade yang Anda suntikkan, Jackdaw memiliki lebih dari cukup senjata untuk mengatasi setiap kapal yang ada. Anda bisa secara otomatis melontarkan puluhan peluru besi dari meriam samping Anda, atau menembakkan Sharpnel ke titik-titik krusial kapal musuh yang terekpos, melemparkan mortar untuk pertempuran jarak jauh, atau ke cara yang lebih “barbaric” – dengan menabrakkan moncong kapal Anda ke kapal musuh. Semua dilakukan sembari bermanuver dan memastikan diri bertahan dari potensi serangan yang ada.
Namun bukan hal ini yang mendefinisikan sifat bajak laut yang ditawarkan Black Flag, tetapi tujuan dari Anda menyerang setiap kapal yang ada. Benar sekali, dengan menundukkan kapal perang kolonial yang berlayar di tengah laut, Anda berkesempatan untuk mendulang beragam resource yang krusial, tidak hanya untuk mendapatkan sedikit uang, tetapi juga sebagai bahan utama untuk memperkuat kapal Anda – Jackdaw sendiri. Hal menakjubkan juga diperlihatkan Ubisoft di mekanisme yang satu ini.
Berhasil mencedarai kapal lawan hingga titik tertentu, Anda bisa menaiki kapal lawan tersebut secara real-time dan bertempur untuk merebut kendali utama. Objektif sampingan akan muncul memberikan guideline apa yang harus Anda lakukan untuk menguasai kapal tersebut, dari sekedar membunuh musuh dalam jumlah tertentu hingga mengibarkan sang bendera hitam di bagian teratas kapal. Selain memberikan resource unik dalam jumlah tertentu, Anda juga akan dihadapkan pada tiga pilihan untuk aksi yang bisa Anda terapkan setelah merebut kapal ini: menghancurkannya untuk memperoleh bahan baku memperbaiki Jackdaw, melepaskannya untuk menurunkan level buronan, atau merekrutnya sebagai fleet pribadi Anda sendiri.
Menarik, ini mungkin menjadi kesan pertama yang Anda dapatkan dari mekanisme yang satu ini. Namun dengan kebutuhan untuk memperkuat Jackdaw dan secara konsisten mengumpulkan resource dan uang yang dibutuhkan, Anda akan terus membajak setiap kapal yang Anda temui. Apalagi ketika spyglass memperlihatkan status kapal yang memang tengah mengangkut semua sumber daya yang Anda butuhkan. Seiring dengan semakin jauhnya permainan, mekanisme yang seharusnya memukau dan menyenangkan ini perlahan namun pasti, berakhir menjadi sebuah “kewajiban” yang membosankan, menyita waktu, dan terasa kian repetitif. Seandainya saja Ubisoft memberikan alternatif pilihan untuk tidak memaksa Anda harus menginvasi setiap kapal yang ada, tentu masalah ini tidak akan terasa signifikan. Berbagai tantangan ekstra seperti Fort juga dihadirkan. Benteng raksasa ini bertindak tak ubahnya Borgia Tower di Brotherhood dan Far Cry 3. Mengalahkannya akan membuka akses untuk segudang fitur ekstra lainnya di sekitar area.
Tidak hanya sekedar membajak kapal laut, posisi Edward sebagai seorang komandan yang mumpuni di atas lautan juga kian terbukti lewat dua aktivitas lain yang tidak kalah seru. Pertama, tentu saja berburu binatang laut raksasa sekelas ikan hiu dan paus bungkuk sekalipun. Lewat sebuah mini game kecil yang tidak terlalu sulit untuk ditundukkan, kegiatan ini akan memberikan Anda kulit dan tulang yang Anda butuhkan di proses crafting atau sekedar dijual. Kegiatan kedua? Bukan bajak laut namanya, jika Anda tidak tertarik dengan lusinan harta karun yang terbenam bersama karamnya kapal yang mengangkutnya. Dengan sebuah diving bell raksasa sebagai tempat untuk mencari udara, Anda bisa menyusuri atmosfer bawah laut ini sembari membukat setiap harta karun yang biasanya memberikan item-item super penting. Namun jangan berharap proses ini dengan mudah, karena hampir setiap binatang yang Anda temui sembari menyelam seolah memang didesain membunuh Anda dengan cepat. Kontrol yang terhitung tidak intuitif juga membuat proses ini sendiri cukup sulit. Tidak hanya berburu di dalam laut, Anda juga bisa berburu harta karun di seluruh Karibia yang koordinat posisinya akan terbuka dengan jumlah peta yang Anda temukan.
Untuk urusan untuk mencitrakan Kenway sebagai seorang bajak laut yang luar biasa, Ubisoft memang pantas untuk mendapatkan pujian empat jempol untuk semua usaha yang mereka lakukan, tidak hanya di sisi cerita, tetapi juga detail mekanik gameplay di atas laut yang luar biasa
Dramatis lewat Dunia yang Dinamis
Salah satu kekuatan terbaru AC IV: Black Flag adalah dunia yang dinamis, membuat atmosfer terkadang terlihat begitu dramatis. |
Bayangkan betapa membosankannya Karibia dan AC IV: Black Flag secara keseluruhan, jika yang Anda temukan hanyalah sebuah dunia penuh sinar matahari yang tenang selama menjelajahinya. Untungnya, teknologi yang diterapkan Ubisoft untuk memastikan Black Flag tampil sebagai proyek next-gen yang menarik untuk diikuti tidak hanya sekedar berkisar visualisasi atau dunia yang lebih luas untuk dieksplorasi. Penambahan fitur dinamis yang diusungnya benar-benar membuat Black Flag terasa jauh lebih menyegarkan dan tentu saja memesona, di saat yang sama. Terlihat sederhana memang, namun dunia yang dinamis ini menjadi salah satu kunci keberhasilan Black Flag menghadirkan pengalaman dramatis.
Sebuah dunia yang tidak lagi terpaku pada skenario yang tengah Anda jalankan, Black Flag kini hadir dengan fitur siang-malam untuk memberikan kesan dan pengalaman eksplorasi yang berbeda, tidak hanya di darat tetapi juga laut. Namun bukan pergantian tugas matahari – bulan yang membuatnya pantas untuk dipuja-puji, tetapi fakta bahwa mereka akhirnya menyuntikkan konsep pergerakan yang serupa untuk cuaca. Seperti dunia open-world sekelas GTA, misalnya, cuaca di Black Flag juga dapat berubah secara acak. Hal ini mungkin terasa biasa saja ketika Anda tengah berada di pulau dan terlibat dalam aksi Anda sebagai seorang Assassin. Namun begitu Anda merasakan efek perubahan ini ketika Anda tengah berlayar? Tidak ada yang lebih dramatis selain melihat hujan dan angin besar yang terus menggulung laut dan mempersulit setiap manuver kapal yang Anda butuhkan. Angin topan yang turun dari awan membentuk pusaran yang bisa menyedot dan menghancurkan kapal Anda dengan mudah, atau bagaimana Anda harus bergerak memecah ombak supaya memastikan Jackdaw selamat dari cuaca ekstrim ini. Memadukan semua pengalaman ini dengan situasi dimana Anda tengah bertempur hebat dengan kapal besar dari sisi musuh? Epic! Hal ini kian disempurnakan dengan salah satu phsyics gerak air laut terbaik yang pernah kami nikmati di industri game.
Hint untuk Assassin’s Creed Selanjutnya?
*Might Contain Spoilers – Proceed With Caution*
Timur Tengah, Italia, Revolusi Amerika, dan akhirnya – Karibia, apalagi yang akan dipersiapkan Ubisoft untuk AC tahun depan? Kebudayaan apalagi yang akan mereka jual sebagai pesona utama? Pertanyaan ini selalu menjadi misteri setiap kali sebuah seri terbaru AC diluncurkan. Beragam spekulasi dan harapan gamer mengemuka, namun Ubisoft selalu berhasil tutup mulut dan baru membuka tabir misteri ini hanya pada saat pengumuman resmi diluncurkan. Namun di AC IV: Black Flag, kita mendapatkan hint yang cukup jelas. Seri AC baru seperti apa yang pantas untuk kita antisipasi?
Masa modern memang masih menjadi bagian penting dari Black Flag. Namun tidak lagi harus berperan sebagai Desmond, Abstergo kini memiliki teknologi yang memungkinkan orang lain untuk mengakses memorinya via Animus. Berperan sebagai karyawan baru Abstergo yang memang ditugaskan untuk menjalani hidup sebagai Edward Kenway dan mencari tahu tata letak Observatory di dunia modern, Anda dihadapkan pada sebuah “sudut pandang” Abstergo yang baru. Sebagai pegawai Abstergo, Anda memiliki akses ke beragam email rahasia yang bertebaran di perusahaan raksasa yang memiliki asosiasi kuat dengan para Templar ini. Salah satu email yang membahas garis keturunan Desmond yang masih menjadi subjek memori utama menjadi hint untuk seri AC selanjutnya.
Seperti di screenshot yang terlihat, email ini menjelaskan silsilah keturunan Desmond dan kebudayaan apa saja yang pernah menjadi bagian dari sosok yang satu ini. Dari garis keturunan sang ayah, Abstergo menemukan jejak kebudayaan Italia, Ottoman, Amerika Serikat, dan New England di dalamnya. Sementara dari garis keturunan sang ibu, memori Desmond memuat kebudayaan Timur Tengah, Mesir, Jepang, Perancis, Taiwan, dan Pantai Pasifik Amerika. Di email ini juga, event spesifik masing-masing kebudayan tertulis: Renaissance, Ashikaga Shogunate, Revolusi Perancis, hingga Summer of Love. Email juga ini memuat beberapa artwork fans dan official Ubisoft yang menggambarkan seperti apa kebudayaan tersebut.
Dan untuk pertama kalinya, sesuai dengan mimpi yang selama ini kami bangun, potensi untuk melihat Assassin’s Creed dari zaman klasik Jepang terbuka lebar. Hell do Ubisoft, we want it!
Kesimpulan
Seri Assassin terbaik? Keputusan yang satu ini mungkin masih akan mengundang banyak perdebatan dari para fans berat franchise yang satu ini. Namun menyebutnya sebagai game bajak laut terbaik yang pernah hadir di industri game? Sangat tidak berlebihan. Seolah memenuhi semua fantasi gamer yang selama ini memang memimpikan hidup berbahaya sebagai bajak laut, Ubisoft mengeksekusi setiap elemen yang ada dengan sangat tepat untuk memunculkan atmosfer tersebut. Pertempuran kapal yang menantang, cuaca dinamis yang menghasilkan atmosfer dramatis, nyanyian klasik para bajak laut di tengah laut, hingga aksi menaiki kapal sendiri dan musuh yang tidak membutuhkan waktu loading sama sekali benar-benar memperlihatkan keseriusan Ubisoft ini. Keberhasilan ini kian lengkap lewat fakta bahwa mereka masih menyertakan porsi peran Assassin yang masih sama kuatnya, setidaknya sebagai definisi yang tidak terbantahkan bahwa Black Flag, memang merupakan sebuah game Assassin’s Creed.
Apakah berarti ini AC IV: Black Flag hadir tanpa kekurangan? Tentu saja tidak. Ada beberapa masalah yang pantas untuk menjadi catatan. Frekuensi misi stalking yang terlalu banyak meninggalkan kekecewaan tersendiri dan terasa repetitif. Kontrol yang kurang sempurna juga seringkali membuat misi ini semakin sulit, ketika Edward bertindak di luar aksi yang sebenarnya ingin Anda picu. Kesan repetitif ini juga muncul ketika Anda berusaha menaiki kapal musuh untuk mendapatkan resource secara optimal. Terasa menarik di awal, kegiatan optional ini justru menyita waktu dan terasa sangat repetitif. Merebut lebih dari 20 kapal? Anda akan merasakan kesan repetitif yang kental darinya.
Namun terlepas dari kekurangan tersebut, AC IV: Black Flag berhasil membuktikan diri sebagai sebuah seri Assassin’s Creed yang luar biasa, dan tidak meninggalkan begitu banyak momen dramatis dan epic yang tidak akan mudah Anda lupakan begitu saja. Mengkombinasikan peran Edward sebagai bajak laut dan Assassin dalam skala yang proporsional, Anda seperti membeli dua game dalam satu paket: salah satu game Assassin yang akan mudah Anda cintai dan salah satu game bertema bajak laut terbaik yang pernah Anda mainkan. Should you play it? Aye, aye, Cap’n!
Kelebihan
- Plot yang tersusun manis
- Desain setting Karibia yang eksotis dan memanjakan mata
- Efek hari dan cuaca yang dinamis dan dramatis
- Pertempuran laut yang menegangkan
- Kehadiran karakter ikonik yang diproyeksikan baik
- Sistem berburu dan crafting
- Voice acts dan soundtrack
- Waktu gameplay yang panjang
Kekurangan
- Misi stalking yang terasa repetitif
- Pembajakan kapal musuh yang kehilangan pesonanya seiring waktu
- Kontrol gerak yang terkadang melenceng dari apa yang Anda inginkan
Cocok untuk gamer: penggemar bajak laut, pencinta gameplay kapal di seri AC III, pengikut franchise AC sendiri
Tidak cocok untuk gamer: yang punya fobia air laut dan tenggelam, yang mudah bosan dengan mekanik yang repetitif
sumber : http://jagatplay.com/2013/11/xbox/review-assassins-creed-iv-black-flag-game-bajak-laut-terbaik/
0 komentar :
Posting Komentar