By Pladidus Santoso
Keinginan developer dan publisher raksasa Electronic Arts untuk
menyaingi popularitas Activision di akhir tahun memang pantas untuk
diacungi jempol. Daripada sekedar membiarkan Activision mendominasi
setiap tahun dengan franchise Call of Duty yang fenomenal, EA
menggandeng beragam developer untuk melahirkan franchise dengan genre
gameplay serupa di waktu yang berdekatan. Tujuan utamanya? Tentu saja
untuk mematahkan dominasi Call of Duty dan menyandang predikat sebagai
game military shooter terbaik. Tujuan utama ini kian dekat setelah EA
dan DICE berhasil menarik perhatian gamer lewat Frostbite Engine 2.0
yang menawan di Battlefield 3. Walaupun tidak mampu mematahkan dominasi
Call of Duty: Modern Warfare 3 di kala itu, EA perlahan namun pasti,
mulai merebut kembali hati gamer.
Dengan prestasi yang berhasil mereka torehkan tahun lalu, tidak
berlebihan rasanya jika banyak gamer yang kemudian mulai mengantisipasi
kehadiran karya FPS EA selanjutnya. Sistem giliran yang mereka terapkan
untuk semua franchise andalan mereka akhirnya menjadikan Medal of Honor
Reboot sebagai pilihan untuk meramaikan peta persaingan di tahun 2012
ini. Bekerja sama dengan Danger Close, EA melahirkan Medal of Honor:
Warfighter. Perang modern masa kini tetap dipilih sebagai tema utama,
berbeda dengan sang franchise kompetitor yang kini mulai beranjak ke
masa depan. Anda yang sudah membaca preview kami sebelumnya tentu cukup
memiliki gambaran akan apa yang ditawarkan oleh seri terbaru ini. Lantas
apa yang membuat kami menyimpulkan Medal of Honor: Warfighter sebagai
sebuah seri yang minim inovasi? Kami akan membedahnya lebih dalam untuk
Anda di review ini.
Plot
|
Anda masih akan berperan sebagai Tier 1 dari seri Medal of Honor Reboot |
Medal of Honor: Warfighter mengembalikan petualangan perang penuh
aksi dari kacamata kelompok favorit MOH – “Tier 1”, yang sudah
menunjukkan kebolehan mereka sebagai pasukan militer elite di Medal of
Honor 2010 silam. Anda akan bertemu dengan beberapa karakter yang sudah
pasti tidak akan asing lagi – Dusty, Voodoo, Preacher, Mother, dan Stump
di seri Warfighter ini. Seolah diposisikan sebagai kelompok “War
Junkie”, Tier 1 kembali harus terlibat dalam perang patriotik untuk
menyelamatkan Amerika Serikat dari ancaman para teroris. Seperti yang
sudah dapat Anda prediksikan, Anda akan dipaksa untuk mencerna konsep
“terorisme” dari kacamata Amerika Serikat, yang mungkin saja akan
menyinggung kelompok agama tertentu. Jadi, bersiaplah!
Walaupun mengusung karakter-karakter lawas dari Tier 1, Warfighter
hanya akan meminta Anda untuk berperan sebagai Preacher dan Stumpy dalam
misinya untuk mencari seorang teroris yang hanya dikenal dengan
panggilan “The Cleric”. Salah satu operasi militer yang dilakukan oleh
Mother dan Preacher di Pakistan ternyata berbuntut pada misteri
hancurnya kapal kargo yang tidak mereka rencanakan. Kapal kargo ini
dipercaya memuat bahan peledak tinggi – PETN yang akan ditujukan untuk
kepentingan terorisme. Peledak kecil yang dipasang oleh Preacher tidak
sengaja memicu dan menghancurkan setiap darinya. Investigasi pun
dilakukan untuk mencari siapa dalang di balik kepemilikan PETN ini. Tier
1 pun bergerak di bawah komando Dusty.
|
Sebuah
misi infiltrasi yang seharusnya berjalan sederhana ternyata justru
berujung pada terbukanya “rencana jahat” dalam skala masif dari pada
kelompok teroris. Ledakan truk yang dilakukan oleh Preacher dan Mother
justru memicu aktifnya PETN dalam jumlah besar |
|
Perburuan
untuk mencari siapa yang bertanggung jawab atas kepemilikan PETN ini
membawa Tier 1 ke berbagai ujung dunia. Mereka membawa perang atas nama
patriotik di negara “musuh” Amerika Serikat ini. |
|
Sad Al Sadin, apakah benar ia adalah “The Cleric” yang selama ini dicari? |
Pencarian kepemilikan PERTN ini membawa Tier 1 ke berbagai tempat
berbahaya di dunia. Abu Sayyaf, kelompok teroris yang bermarkas di
Filipina dicurigai bertanggung jawab atas masalah ini. Usaha untuk
menguasai Isabela City dan menangkap dalang yang dicurigai bertanggung
jawab ternyata membawa Preacher ke dalam “lubang kelinci” yang lebih
dalam. Mereka bertemu dengan Sad al Din – seorang berkebangsaan Timur
Tengah yang diduga sebagai “The Cleric”. Mereka pun bergerak ke Pakistan
untuk berburu target yang dikenal kejam ini. Di sisi lain, Dusty
memerintahkan Stump untuk membereskan permasalahan perompak di Somalia
dan sekaligus menyusuri Bosnia untuk mencari para pemilik kapal kargo
yang memuat PETN di atasnya. Tier 1 pun membawa perang patriotik mereka
ke Filipina, Bosnia, Pakistan, Somalia, dan Saudi Arabia.
Mampukah mereka bertemu dengan The Cleric di akhir pertempuran? Apa
yang sebenarnya direncanakan dengan PETN yang tidak sengaja meledak ini?
Siapakah sosok Sad al Din sebenarnya? Semua misteri ini akan dapat Anda
pecahkan begitu Anda menyusuri petualangan Tier 1 di Medal of Honor:
Warfighter.
Minim Inovasi, Hanya Andalkan Frostbite Engine 2.0!
|
Sebagai
sebuah game FPS, MOH: Warfighter memang tidak menawarkan gameplay yang
berbeda. Ini hanya soal memegang senjata, menembakkannya ke setiap musuh
yang Anda temui, dan memastikan diri untuk selamat. |
Seolah jatuh ke dalam tren yang disediakan oleh sebagian besar game
FPS saat ini, Medal of Honor: Warfighter dari EA dan Danger Close ini
tidak banyak menawarkan hal baru. Layaknya sebuah game first person
shooter lainnya, Anda hanya harus membunuh setiap musuh yang ada sembari
berusaha untuk memastikan diri Anda selamat selama menjalani misi-misi
yang ada. Kesan arcade bahkan lebih kental dengan konsep unlimited ammo
yang diusung oleh Warfighter. Tidak perlu merasa takut untuk memuntahkan
semua peluru yang Anda miliki karena secondary weapon yang Anda miliki
akan memiliki cadangan peluru yang tidak terbatas. Anda bisa melakukan
reload sebanyak yang Anda inginkan. Primary weapon secara kasat mata
memang terlihat terbatas, namun Anda selalu punya opsi untuk meminta
cadangan senjata kepada anggota tim manapun yang ada untuk mendapatkan
ekstra peluru hinga batas maksimum. Alih-alih simulasi, MOH: Warfighter
justru membawa konsep arcade ke level yang lebih baru, bahkan cenderung
tidak masuk akal lagi.
Apalah arti sebuah game action FPS tanpa dramatisasi yang
merepresentasikan sebuah kualitas film Hollywood? Ini tampaknya masih
menjadi tren yang dianut oleh sebagian besar developer dan publisher
game military shooter saat ini. Namun berbeda dengan Call of Duty yang
seringkali berlebihan, usaha untuk menciptakan konsep pertempuran yang
lebih realistis, sesuai tema besar yang diusungnya, membuat Medal of
Honor: Warfighter menciptakan dramatisasi dalam batas yang masuk akal.
Anda akan berbagi momen-momen menegangkan bersama dengan Tier 1, dengan
penuh ledakan, gerak lambat, dan karakter yang jatuh. Ia menawarkan
pertempuran yang terkesan lebih personal, daripada sekedar epic dan
masif dengan jutaan tank, kapal selam, atau gedung-gedung yang hancur
berantakan. Pengalaman inilah yang akan Anda temukan di MOH: Warfighter.
|
Dramatisasi
memang menjadi daya tarik wajib game FPS saat ini, dan tidak mungkin
dilewatkan oleh setiap seri baru yang lahir di industri game, tidak
terkecuali MOH: Warfighter. Sesuai dengan tema utamanya yang ditujukan
untuk menciptakan skenario perang serealistis mungkin, dramatisasinya
masih dalam batas cukup masuk akal untuk dicerna. |
|
Seperti seri MOH sebelumnya, senjata Anda akan dibekali dua mode scope untuk diadaptasikan pada perang jarak dekat dan jauh. |
|
“Kebodohan”
AI yang Anda temui tidak hanya dari sisi musuh, tetapi juga teman
se-tim. Setiap gerakan mereka seolah scripted dan tidak mampu
beradaptasi dengan kondisi yang sedang Anda temui saat ini. Tidak jarang
Anda harus membunuh semua musuh terlebih dahulu sebelum mereka akhirnya
memutuskan untuk bergerak ke titik checkpoint selanjutnya. |
Salah satu konsep gameplay unik yang ditawarkan di seri pertama MOH
Reboot, yakni kemampuan untuk memilih dua jenis zoom: iron sight dan
scope untuk keperluan perang jarak dekat dan jauh tetap dipertahankan.
Ini akan menjadikan senjata utama dan secondary weapon Anda
lebih dari cukup untuk memusnahkan setiap musuh yang ada, dimanapun
mereka berada. Namun mudahnya membunuh para musuh tidak hanya muncul
dari konsep arcade kental dan dual-scope yang ia tawarkan, tetapi juga
buruknya AI yang ada. Mereka hanya seperti boneka yang dengan sabar,
menantikan peluru Anda. AI yang buruk juga akan Anda rasakan di anggota
tim serbu Anda yang lain. Seolah berjalan dalam skenario yang scripted,
mereka seringkali berhenti tanpa memberikan aktivitas apapun sebelum
Anda menyisir dan membunuh setiap musuh yang ada. Mereka bahkan tidak
cukup cerdas untuk memberikan cover fire kepada Anda.
Dengan inovasi yang terhitung minim, tidak berlebihan rasanya jika
“menuduh” EA dan Danger Close tidak cukup berusaha untuk menghadirkan
sesuatu yang baru untuk Warfighter di sisi gameplay, yang pada akhirnya,
menjadikan Frostbite Engine 2.0 sebagai satu-satunya alasan untuk
melirik game yang satu ini. Namun harus diakui, untuk urusan ini, EA
berhasil melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tidak hanya kualitas
visualisasi yang luar biasa, desain karakter dan setting-nya sendiri
akan cukup untuk memanjakan mata Anda selama 6 jam permainan di single
player. Benar sekali, hanya 6 jam perjalanan. Mereka membangun kota
dalam detail yang pantas untuk diacungi jempol, dengan lalu lintas, efek
debu, bahkan beragam elemen yang mungkin sering Anda temukan di dunia
nyata.
|
You can finish this game in less than 6 hours! 6 freaking hours! |
|
Dari
dua skenario yang kami utarakan, kami lebih condong untuk memilih
pilihan pertama. Bahwa Frostbite Engine 2,0 pada akhirnya menjadi
penyelamat untuk minimnya inovasi yang ditawarkan EA dan Danger Close di
MOH: Warfighter. |
Ada dua skenario yang mungkin saja terjadi: Pertama, minimnya inovasi
yang ditawarkan oleh Danger Close membuat Frostbite 2.0 tampil memesona
dan muncul sebagai kekuatan utama di Warfighter. Skenario kedua? Bahwa
EA berhasil menciptakan visualisasi yang begitu memesona, hingga cukup
menutupi bayang-bayang inovasi yang mereka ciptakan di sisi gameplay.
Namun, menurut kacamata kami sendiri, skenario pertama menjadi skenario
yang lebih masuk akal. Bahwa EA dan Danger Close sudah bingung hendak
menyuntikkan hal seperti apa di Warfighter sehingga terkesan mengulang
apa yang sudah pernah mereka lakukan sebelumnya, sekaligus mengadaptasi
beberapa ide yang mungkin akan mengingatkan Anda pada franchise
kompetitor.
Namun Bukan Berarti Tanpa Hal Baru
Mengikuti apa yang kami utarakan di sub-bagian di atas, gameplay yang
ditawarkan oleh Medal of Honor: Warfighter masih mewakili tipikal game
serupa yang pernah dirilis sebelumnya, hampir tanpa hal baru. Oleh
karena itu, masuk akal untuk mengkategorikannya sebagai sebuah seri yang
miskin inovasi. Namun kata miskin melambangkan “keterbatasan”, bukan
“tidak ada sama sekali”. Danger Close memang menyuntikkan dua hal baru
yang pantas untuk diperhatikan, salah satunya bahkan berhasil
menciptakan atmosfer permainan yang terhitung unik untuk ukuran sebuah
game FPS. Dua hal baru yang ditawarkan ini adalah : misi-misi mengemudi
dan kebebasan metode untuk melakukan breach.
|
Beberapa
stage yang memungkinkan Anda mengemudi dan terlibat dalam pengejaran
seru ala film Hollywood memang harus diakui cukup menyegarkan.
Kejar-kejaran di Karachi, Pakistan dengan desain setting, traffic, dan
dramatisasi yang keren akan cukup untuk menggerakkan hati Anda. |
|
Anda
kini bisa memilih metode Breach yang ingin Anda lakukan. Sayangnya, ia
hanya menawarkan fungsi estetika semata tanpa menimbulkan efek spesifik
pada musuh yang berada di dalam ruangan. |
Tidak hanya sekedar mengangkat senjata dan menembak semua musuh yang
Anda temui di perjalanan, Medal of Honor: Warfighter juga menyuntikkan
beberapa misi yang mengharuskan Anda untuk mengendarai mobil menerobos
kota-kota yang padat untuk sekedar membuntuti atau bahkan melarikan diri
dari kejaran para tentara musuh. Kejar-kejaran menegangkan ala film
Hollywood ini harus diakui, memang berhasil memberikan atmosfer
gameplay yang baru dan tidak monoton untuk Warfighter. Anda bisa
memerhatikan detail kendaraan dan aktivitas para penduduk kota yang
disimulasikan dengan cukup baik. Bagian yang paling kami suka? Ketika
Anda menyusuri sudut-sudut kota Karachi – Pakistan, menerobos pasar yang
ramai, jalan-jalan belumpur, hingga terjebak dalam kemacetan di lampu
merah. Awesome!
Inovasi lain yang dihadirkan? Anda akan seringkali ditemukan pada
fase pertempuran yang menuntut Anda untuk melakukan breach dan membunuh
semua musuh di dalam ruangan dengan cepat. Namun berbeda dengan game FPS
lain yang seringkali tidak menawarkan opsi dan bergerak dalam skenario
yang fixed, Medal of Honor: Warfighter memungkinkan Anda untuk memilih
beragam metode Breach. Namun sayang seribu sayang, metode yang beragam
ini hanya ditujukan untuk kepentingan estetika belaka tanpa menimbulkan
efek apapun di dalam pertempuran. Sesuatu yang seharusnya dapat
disempurnakan oleh Danger Close sendiri untuk menciptakan pengalaman
yang lebih beragam.
Kesimpulan
|
Pada
akhirnya, Medal of Honor: Warfighter hanya mampu tampil sebagai game
FPS dengan kualitas “mediocre” dan tidak berhasil menciptakan sebuah
atmosfer pertempuran wah yang akan melekat di memori Anda dalam waktu
lama. Namun ia tetap pantas untuk dimainkan, terutama untuk menikmati
keindahan Frostbite Engine 2.0 yang ia usung.
|
Apa yang dapat disimpulkan dari Medal of Honor: Warfighter? Sebagai
sebuah game FPS yang bergerak di jalur mainstream, mengusung konsep
military shooter yang memang sedang menjadi tren, Medal of Honor:
Warfighter memang tidak menawarkan sesuatu yang tergolong baru di
dalamnya. Mekanisme gameplay yang tetap serupa, bahkan terkesan lebih
arcade mewarnai gameplaynya secara keseluruhan. Karena hal inilah, MOH:
Warfighter justru lebih mengesankan sebagai sebuah seri “showcase” untuk
menampilkan keunggulan Frosbite Engine 2.0 yang sudah disempurnakan,
daripada sebuah game military shooter yang utuh. Apakah masih dapat
dinikmati? Bagi Anda gamer yang mudah puas dengan game-game yang
menghadirkan visualisasi terbaik di pasaran, MOH: Warfighter akan lebih
dari cukup untuk memanjakan mata. Namun untungnya ia masih datang dengan
sedikit elemen baru yang cukup menarik untuk dijajal. Salah satunya?
Misi-misi mengemudi yang Anda temukan.
Minimnya inovasi ini tentu saja menjadi kekurangan utama dari Medal
of Honor: Warfighter sendiri. Pada akhirnya ia jatuh pada level “hanya
sebuah game FPS lain”, di luar nama besar EA dan Danger Close yang
diusungnya. Hal ini diperparah dengan buruknya AI yang diusung, baik
dari pihak musuh maupun teman dalam se-tim sendiri. Plotnya sendiri
tidak bisa terbilang unik, karena tetap mengusung hegemoni Amerika
Serikat sebagai negara adikuasa dan terkesan kembali memojokkan kelompok
masyarakat yang dicap sebagai teroris. Walaupun berusaha untuk
merepresentasikan kondisi nyata yang terjadi di dunia saat ini, Danger
Close sebenarnya punya segudang kesempatan untuk menciptakan lebih
banyak twist yang mungkin akan meninggalkan cerita yang lebih menggigit,
daripada sekedar mengejar satu tersangka ke ujung dunia.
Pada akhirnya, Medal of Honor: Warfighter hanya mampu tampil sebagai
game FPS dengan kualitas “mediocre” dan tidak berhasil menciptakan
sebuah atmosfer pertempuran wah yang akan melekat di memori Anda dalam
waktu lama. Namun ia tetap pantas untuk dimainkan, terutama untuk
menikmati keindahan Frostbite Engine 2.0 yang ia usung.
Kelebihan
|
Tanpa Frostbite Engine 2.0 yang diusungnya, MOH: Warfighter tidak akan menarik sama sekali. |
- Misi mengemudinya yang unik
- Frostbite Engine 2.0
- Opsi untuk memilih metode Breach
- Dramatisasi yang tidak berlebihan
Kekurangan
|
Semua AI musuh ini seperti sedang menunggu untuk Anda musnahkan! |
- Plot yang kurang kuat
- AI bodoh, baik untuk tim dan musuh
- Waktu gameplay yang singkat
- Inovasi yang minim
Cocok untuk gamer: penggemar FPS, penggemar military-shooter, penggemar game dengan visualisasi mumpuni
Tidak cocok untuk gamer: yang butuh game military shooter dengan mekanisme yang realistis
sumber : http://jagatplay.com/2012/10/pc-2/review-medal-of-honor-warfighter-minim-inovasi/